Bahasa dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan karena bahasa merupakan salah satu wujud kebudayaan. Secara otomatis maka budaya juga tidak lepas dari wacana. Hubungan wacana dan kebudayaan saling mempengaruhi, terlebih wacana adalah satuan bahasa yang lengkap dan utuh yang timbul pada tindak komunikasi masyarkat baik lisan maupn tulis yang mencerimkan suatu budaya tertentu. Membicarakan terapan budaya dalam kajian wacana maka kita harus memahami terlebih dahulu mengerti hubungan wacana dan kebudayaan.
Budaya merupakan cara hidup suatu masyarakat meliputi cara berfikir, cara bertindak, berbahasa, dan lain sebagainya yang disepakati bersama. Budaya menempati komponen yang penting dalam masyarkat karena merupakan pencerimanaan bagaimana masyarakat itu hidup seperti adat istiadat, mata pencarian, artefak, lukisan, tarian lagu, upacara adat, dan lain sebagainya.
Kajian wacana merupakan suatu analisis terhadap penggunaan bahasa pada suatu unit linguistik tertentu yang lebih besar dari kalimat. Kajian wacana mencoba menafsirkan teks baik lisan maupun tulis baik bersifat monolog maupun dialog untuk mengetahui bagaimana pesan disampaikan, mengapa disampaikan, motif dibalik penyampaian pesan tersebut yang tidak dapat dijangkau oleh semanitk, sintaksis, pragmatik, dan ilmu linguistik lainya. Oleh sebab iut, analisis wacana tidak lepas dengan cabang ilmu bahasa lain seperti fonologi, morfologi, semantik, sintaksis, pragamtik, dan lain sebagainya.
Penerapan budaya dalam kajian wacana tentu sangat berkaitan, terlebih wacana mengakaji tindak komunikasi di masyarkat yang syarat akan budaya. Unsur kebudayaan dalam unit linguistik terlihat jelas pada contoh lagu jawa berjudul “lir-ilir” yang diciptakan oleh Sunan Kali Jaga. Pada lagu ini menyiratkan agar umat muslim segera bangkit dari keterpurukan dan sifat malas untuk membagun keimanan dengan keras layaknya menjat pohon belimbing yang licin untuk mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat. Fenoma wacana yang sama juga dapat dilihat pada lagu “gundul – gundul pacul”. Lagu ini mengambarkan bagaimana seorang pemimpin harus tidak boleh sombong dalam mengemban amanah rakyat, pemimpin memliki tangungjawab untuk mensejahterakan rakyat. Kedua contoh lagu diatas mencerminkan fenomena wacana dalam unit linguistik yang hanya bisa dimaknai dengan dengan latar belakang budaya Jawa karena menggunakan bahasa Jawa serta aspek keislaman yakni tentang ajaran islam terkait keimanan pemeluknya.
Kebudayan yang muncul pada suatu masyarkat tidak serta merta ada, kebudayaan yang ada sekarang merupakan akumlulasi dan penyesuaian dari kebudaan sebelumnya. Sebagai contoh produk budaya wayang kulit berakar dari kebudayaan hindu budha dari India. Pada kebudayaan tersebut diadopsi dengan ajaran islam kemudian muncullah wayang yang perkenalkan oleh para sunan. Dapat disimpulkan setiap generasi memiliki kebudayaan tersendiri. Suatu budaya dapat dikatakan asli jika budaya tersebut tumbuh dan berkembang pada masyarakat tertentu walau akar budayanya diadopsi dari budaya sebelumnya. Analisis wacana terkait dengan kebudayaan bisa kaji pada contoh budaya yasinan (membaca surat yasin) setiap malam jumat. Budaya ini mengandung nilai- nilai budaya Jawa dan Islam yakni mendo’a kan para pendahulunya. Fenomena linguistik perlu dilihat sebagai wujud wacana dalam kebudayaan yakni beberapa susunan acara dan do’a yang diucapkan dalam bahasa Jawa dan Arab. Selanjutnya bentuk wacana kebudayaan dapat diketahui yakni apakah berwujud ide, aktivitas, atau artifak seperti yang dijabarkan oleh Honigman.
Referensi
LinguistikId.com. 2016. Pengertian Analisis Wacana dan Analisis Wacana Kritis. Diakses dari http://linguistikid.com/pengertian-analisis-wacana-kritis/