Penamaan teori tagmemik ini berangkat dari konsep tagmen. Tagmen adalah bagian dari konstruksi gramatikal dengan empat macam kelengkapan spesifikasi cirri, yakni: slot, kelas, peran, dan kohesi (Soeparno, 2002: 58).
Secara relative teori ini memang boleh dikatakaan masih cukup baru. Kebulatan dan kelengkapannya baru yerwujud pada tahun 1977 dengan terbitnya buku “Grammatikal Analysis” karangan Keneth L. Pike dan Evelyn G. Pike. Keduanya merupakan sepasang suami istri dari University of Texas at Arlington dan sebagai Direktur SIL (Summer Instituteof Linguistics).
Pada garis besarnya teori ini terbagi atas dua generasi. Generasi pertama adalah generasi sebelum GA (Grammatical Analysis, 1977) dan generasi kedua adalah generasi GA itu sendiri.
1. generasi Pertama
Generasi pertama ini belum dapat disebut tagmemik yang sebenarnya. Paling tepat disebut sebagai rintisan menuju tagmemik. Pada waktu itu kelengkapan spesifikasi cirri tagmemik baru ada dua, yakni slot dan filler class saja. Dengan demikian analisisnya masih agak sederhana.
2. Generasi Kedua
Pada generasi kedua teori ini baru mencapai kesemurnaannya. Untuk melhirkan buku “Grammatical Analysis” Pike suami istri memerlukan waktu sepuluh tahun. Salah satu tempat yang dipakai untuk uji coba adalah Indonesia, yakni di daerah Irian jaya atau lebihh tepatnya Danau Bira (1996). Ciri tagmen tidak lagi dua dimensi, melainkan empat dimensi, yakni, slot, class, role, dan cohesion.
Adapun ciri-ciri aliran tagmemik tersebut secara lengkap sebagai berikut:
1. Setiap Struktur Terdiri atas tagmen-tagmen
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tagmen adalah sebagian dari suatu konstruksi gramatikal yang memiliki empat macam kelengkapan spesifikasi cirri slot, kelas, peran, dan kohesi.
a. Slot
Slot adalah suatu cirri tagmen yang merupakan tempat kosong di dalam struktur yang harus diisi oleh fungsi tagmen. Di dalam tataran klausa fungsi tagmen tersebut berupa subjek, predikat, objek, dan adjang. Pada tataran lain umumnya fungsi tagmen berupa inti (nucleus) dan luar inti (margin). Pada teori tradisional dan struktural, slot ini leih kurang sama dengan jabatan kalimat dan fungtor.
b. Kelas
Kelas adalah suatu cirri tagmen yang merupakan wujud nyata dari slot. Wujud nyata slot tersebut berupa satuan-satuan lingual seperti morfem, kata, frasa, klausa, alinea, monolog, dialog, dan wacana. Veerhar menyebutnya dengan istilah kategori. Kelas dapat dipecah lagi menjadi kelas yang lebih kecil (subkelas). kelas frasa dapat dipecah menjadi frasa benda dan frasa kerja. Kelas klausa dapat dipecah menjadi klausa transit, klausa intransitive, klausa ekuatif, dan sebagainya.
c. Peran
Peran adalah cirri atau benda penanda tagmen yang merupakan pembawa fungsi tagmen. Memang agak sulit untuk membedakan fungsi dan peran. Pelaku (actor) dan penderita (undergoer) adalah nama peran. pelaku dan penderita tersebut dapat menjadi pembawa fungsi subjek. Dengan demikian ada subjek dengan peran penderita.
d. Kohesi
Kohesi adalah cirri atau penanda tagmen yang merupakan pengontrol penghubung antar tagmen. Pengontrol hubungan yang hampir terdapat pada semua bahasa adalah kaidah ketransitifan pada klausa yang berlaku untuk klausa transitif, klausa intransitive, dan klausa ekuatif..
Di dalam rumus keempat cirri atau penanda itu ditempatkan pada sudut perempatan garis. Sudut kiri atas ditempati oleh slot, sudut kanan atas ditempati oleh kelas, sudut kiri bawah ditempati oleh peran, dan sudut kanan bawah ditempati oleh kohesi. seperti yang tertera pada gambar id bawah ini.
2. Bersifat Elektik
Teori tagmemik bersifat elektik, yaiitu merupakan perpaduan dari aneka macam teori yang dirangkum sesuai dengan proporsi masing-masiing. Teori tradisional dan fungsional ditempatkan pada cirri slot, teori struktural dan tagmemik ditempatkan pada cirri kelas, teori kasus (case grammar) ditempatkan pada cirri eran, dan cirri relasional ditempatkan pada cirri kohesi. Hal ini tidak berarti bahwa teori tagmemik tidak memiliki corak yang khas.
3. Bersifat Universal
Teori tagmemik bersifat universal. Keuniversalan atau kesemestaan dalam teori ini bukan saja kesemetaan dalam arti berlaku untuk semua bahasa, akan tetapi juga kesemestaan dalam arti dapat berlaku untuk semua bidang kehidupan manusia. Eduard Travis (1980) telah berhasil menganalisis makanan orang Sunda dengan menggunakan teori ini. Hasilnya cukup meyakinkan.
4. Tiga Hierarki Linguistik
Menurut teori ini ada tiga macam hierarki linguistic, yakni: (a) hierarki referensi, (b) hierarki fonologikal, dan (c) hierarki gramatikal.
Hierarki referensi adalah hierarki dalam kawasan tata nama dan tata makna. Hierarki fonologikal adalah hierarki dalam kawasan bunyi bahasa. Hierarki gramatikal adalah hierarki dalam kawasan tatabahasa (grammar). Morfologi dan sintaksis tercakup dalam hierarki gramatikal ini, namun menurut teori ini tidak ada lagi batasan antara morfologi dan sintaksis.
5. Tataran pada Hierarki Gramatikal
Tataran terendahdalam hierarki gramatikal menurut teori ini adalah morfem, sedangkan tataran tertinggi adalah wacana. Pike dan pike (1977: 24) membuat urutan tataran secara skematis sebagai berikut.
Dipandang dari segi maknanya, morfem merupakan satuan gramatikal yang belum mempunyai makna yang tegas, sehingga boleh disebut bungkus leksikal. Kata dan frasa mempunyai makna sebagai istilah. Klausa dan kallimat mempunyai makna sebagai proposisi. Oleh karena itu, klausa dapat didefinisikan sebagai satuan gramatikal terkecil untuk menyatakan proposisi.
Tata urutan seperti yang tercantum pada skema di atas semata-mata hanya berlakuuntuk tatanan normal (normal mapping). Cook (1969: 31) menunjukan adanya berbagai kemungkinan tatanan sebagai berikut.
Pada tatanan normal: unsur sebuah kalimat berupa klausa, unsur klausa berupa frasa, unsur frasa berupa kata dan unsur kata berupa morfem. Pada loncatan tataran (level skipping): Unsur suatu strukturdi atas kalimatberupa klausa atau tataran lain yang dua jenjang atau lebih di bawahnya, unsur kalimat berupa frasaatau jenjang di bawah frasa, unsur klausa berupa kata atau morfem, dan unsur frasa berupa morfem. Pada tataran layering atau recursive: unsur sebuah kalimat berupa kalimat juga, unsur klausa berupa klausa juga, unsur frasa berupa frasa juga, dan unsur kata berupa kata juga. Pada hiararki juga terputar atau back looping: unsur suatu klausa berupa kalimat, unsur berupa frasa berupa klausa, dan unsur suatu kata justru berupa frasa. Pada hierarki terputar ini struktur yang jenjangnya lebih rendah justru membawahi struktur yang jenjangnya lebih tinggi. Oleh karena itu, barangkali lebih tepat digunakan istilah hierarki terputar (bahasa Jawa; kuwalik).
6. Slot pada Tataran Klausa
Slot pada tataran klausa subjek, predikat, objek, dan adjung. Pada tataran kalimat tidak ada subjek dan tidak ada pula predikat. Objek dan adjung pun sudah barang tentu tidak ada juga. Kesemuanya itu hanyalah milik klausa, bukan millik kalimat. Slot pada tataran kalimat berupa inti (nucleus) dan luar inti (margin) atau pokok dan sebutan, atau topic dan comment.
7. Predikat Kata Kerja
Menurut teori tagmemik slot predikat harus kata kerja. Selainkata kerja tidak mungkin menduduki slot predikat. Dengan demikian tidak ada istilah kalimat nominal. Bentuk-bentuk gramatikal seperti: “Ayahnya seorang guru”, “Rumahnya di tengah kota”, “lukisan itu indah”, dan sebagainya sama sekali bukan kalimat nominal, melainkan klausa ekuatif.Di dalam klausa ekuatif bahasa Indonesia kehadiran predikatnya bersifat opsional (Soeparno, 1980; 28). Pernyataan kaum tagmemik bahwa predikat harus kata kerja ini memang tampaknya sangat mengejutkan, namun sebenarnya keterkejutan ini tidak Perlu terjadi seandainya mereka tidak terlanjur terbelenggu oleh teori tradisional dan semacamnya.
8. Ciri Etik dan Emik
Aliran tagmemik mulai menegakan eksistensi cirri –etik dan cirri –emik di dalam suatu struktur. Ciri –etik adalah ciri yang tidak membedakan struktur, sedangkan cirri –emik adalah cirri yang membedakan struktur. cirri –etik dan cirri –emik ini tidak hanya terbatas pada penggunaan istilah fonetik dan fonemik saja, akan tetapi berlaku untuk semua struktur gramatikal. Bahkan berlaku pula untuk semua bidang kehidupan manusia.
9. Rumus di dalam Analisis
Di dalam analisis selalu menggunakan rumus yang rapi, lengkap, dan tuntas. Sebuah klausa “Marco van basten telah memasukan lima gol” dapat dirumuskan sebagai berikut.
Rumus ini dibaca: Klausa transitif terdiri atas tagmen subjek bersifat wajib dengan peran pelaku yang diisi oleh kata benda, tagmen predikat bersifat wajib dengan peran statemen yang diisi oleh frasa benda, dan tagmen objek bersifat wajib dengan peran penderita yang diisi oleh frasa benda. Kaidah kohesinya, predikat dengan frasa kerja transitif memaksa hadirnya objek sebagai penderita.
10. Analisis dimulai dari Klausa
Apabila aliran struktural mengawali analisisnya dari kata, teori transformasional mengawali analisisnya dari kalimat, maka teori tagmemik mengawali analisisnya dari tataran klausa. Dengan demikian tataran klausa kedudukannya sangat penting.
11. Tidak ada batasan antara Morfologi dan Sintaksis
Teori tagmemik memang secara formal belum perna diterapkan di dunia pengajaran bahasa. Akan tetapi berdasarkan beberapa cirri yang dikemukakan tadi tampaknya teori ini mempunyai peluang besar menjadi landasan bagi pengajaran bahasa (khususnya pengajaran bahasa Indonesia).
Read: Aliran Linguistik Transformasional
Referensi
Soeparno. (2002). Dasar-dasar linguistic umum. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.