Nama Sutan Takdir Alisjahbana masih menjadi nama besar di dunia sastra Indonesia. Sastrawan yang lahir di Natal, 11 Februari 1908 ini telah meninggal pada tahun 1994 lalu, namun karyanya menjadi warisan sastra yang berharga. Tak hanya menulis puisi dan novel, STA juga berperan dalam perkembangan Bahasa Indonesia menjadi bahasa modern.
Sutan Takdir Alisjahbana atau STA senang dengan dunia sastra sejak kecil. Ia pernah bekerja di Panji Pustaka dan Balai Pustaka. Di Balai Pustaka, ia menjadi penulis ahli dan kemudian menjadi ketua Komisi Bahasa. Sebagai Ketua Komisi Bahasa, STA ikut berperan dalam melakukan modernisasi Bahasa Indonesia. STA menjadi orang yang pertama kali menulis Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia pada tahun 1936. Ia juga berhasil menghimpun 400 ribu istilah dalam Bahasa Indonesia.
Salah satu cita-cita terbesar dari STA yaitu menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar kawasan di Asia Tenggara. Sayangnya cita-cita itu belum terwujud sampai akhir hayatnya. Tapi jasa-jasa STA pada perkembangan Bahasa Indonesia sudah sangat besar.
Di dalam kesusastraan Indonesia, STA masuk dalam Angkatan Pujangga Baru bersama sastrawan lainnya seperti Sanusi Pane, Amir Hamzah, Armyn Pane, dan lain-lain. Karya-karya STA banyak yang berupa novel roman, misalnya Layar Terkembang, Dian yang Tak Kunjung Padam, Anak Perawan di Sarang Penyamun, dan Grotta Azzura.
Baca: Sejarah Terbentuknya Sastrawan angkatan 45
Menciptakan sebuah karya sastra perlu diimbangi dengan kekayaan jiwa dan pikiran yang luas, seperti halnya yang dimiliki oleh STA. Tak hanya menciptakan karya sastra, STA juga peduli terhadap persoalan estetika, seni, budaya, bahkan masalah sejarah intelektual Islam. Meskipun sangat peduli terhadap budaya namun STA cukup terbuka dalam menerima modernisasi. Ia tidak menganggap semua hal yang berbau barat adalah hal yang buruk. STA berpendapat bahwa Indonesia perlu mengejar ketertinggalannya dengan memodernisasi pemikiran dan mempelajari ilmu-ilmu barat. Pandangannya yang modern sempat menimbulkan polemik dengan cendekiawan Indonesia lainnya.
Selain novel, ada beberapa karya STA yang berbentuk puisi. Berikut ini salah satu puisi (soneta) karya Sutan Takdir Alisjahbana.
Api Suci
Selama nafas masih mengalun,
Selama jantung masih memukul,
Wahai api, bakarlah jiwaku,
Biar mengaduh biar mengeluh.
Selama jantung masih memukul,
Wahai api, bakarlah jiwaku,
Biar mengaduh biar mengeluh.
Seperti waja merah membara,
Dalam bakaran api nyala,
Biar jiwaku habis terlebur,
Dalam kobaran Nyala Raya.
Dalam bakaran api nyala,
Biar jiwaku habis terlebur,
Dalam kobaran Nyala Raya.
Sesak mendesak rasa di kalbu,
Gelisah liar mata memandang,
Di mana duduk rasa dikejar.
Gelisah liar mata memandang,
Di mana duduk rasa dikejar.
Demikian rahmat tumpahkan selalu,
Nikmat rasa api menghapus,
Nyanyian semata bunyi jeritku.
Nikmat rasa api menghapus,
Nyanyian semata bunyi jeritku.
Referensi
- ______,2005. 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia: Biografi singkat seratus tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia di abad 20. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
- Achdiat K, Mihardja. 1977. Polemik Kebudayaan: Pokok Pikiran St. Takdir Alisjahbana. Pustaka Jaya.
- Budiman, Sumiati. 1987. Sari Sastra Indonesia. Surakarta: PT Intan Pariwara.