Sejarah Drama dan Teater di Indonesia: Masa Pujangga Baru, Kemerdekaan, dan Jateng

Posted on
pixabay.com/id/users/antonio_cansino-6477209/

Mengintip sejarah drama dan teater di Indonesia memang tidak lepas dari zaman penjajahan Belanda, karena pertama kali drama di negara kita didominasi oleh orang keturunan Belanda dan Tionghoa. Pertunjukan drama orang-orang Belanda dipentaskan di gedung Schowburg di Betawi.

Gedung Schouwburg dibangun sekitar tahun 1821 untuk memenuhi kebutuhan pementasan drama sebagai sarana hiburan bagi kaum kolonial dan Tionghoa. Setelah masa kemerdekaan gedung tersebut masih digunakan, namun diganti dengan nama Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).

Masyarakat Indonesia mulai giat untuk menggelar drama sekitar tahun 1891 di Surabaya. Kebanyakan drama dari Jawa Timur mengambil tema komedi sehingga banyak berkembang grup-grup ludruk. Pertunjukan ludruk biasa digelar di kampung-kampung sebagai hiburan rakyat.

Grup-grup ludruk sangat berkembang pesat di Jawa Timur karena banyak sekali acara perkawinan atau sunatan yang mengundang grup ludruk. Namun perjalanan seni drama ludruk tidak mulus dan mendapatkan ganjalan karena dilarang pada masa pemerintahan orde lama.

Masa Pujangga Baru

Selanjutnya pada masa pujangga baru sekitar tahun 1930an awal, mulai muncul para penulis drama dari Indonesia seperti sastrawan Roestam Effendi. Kemudian pentas drama mulai berkembang dan banyak sastrawan pujangga baru yang mulai menekuni dunia drama dan teater.

Pada masa penjajahan Jepang sekitar tahun 1940an awal, seni drama mendapatkan tekanan yang kuat dari pemerintah Jepang yang melakukan sensor ketat terhadap pementasan drama. Hal ini membuat banyak seniman tidak bebas dalam membuat naskah drama karena pihak Nippon.

Pihak Jepang sangat membenci drama yang memiliki alur cerita atau yang mengandung unsur budaya barat sehingga harus menggunakan budaya timur. Tidak hanya pada drama saja, Jepang juga mengambil alih semua tulisan yang akan diterbitkan oleh Balai Pustaka.

Masa Kemerdekaan

Setelah masa kemerdekaan, drama mulai menggeliat dan berkembang pesat. Para seniman sepertinya memiliki angin segar dan bisa bebas dalam menulis naskah drama. Banyak sekali seniman yang mulai mementaskan drama yang mengangkat tema dari puisi atau cerpennya.

Setelah DKJ diresmikan pada tanggal 7 Juni 1968, maka para seniman memiliki wadah dan dengan mudah untuk menyalurkan aspirasinya dalam bidang seni terutama pentas drama. Hal ini membuat seniman semakin giat menulis naskah dan mementaskan drama-drama pendek.

Mengetahui hal tersebut, bapak gubernur Ali Sadikin memiliki inisiatif untuk menambah lagi gedung kesenian, lalu membangun Taman Ismail Marzuki (TIM) pada tanggal 7 Nopember 1968. Hal ini membuat para seniman semakin leluasa untuk menggelar pentas drama dan puisi.

Jawa Tengah

Sementara itu di Jawa Tengah juga mengalami perkembangan pesat dalam dunia seni drama yang dinamakan dengan sandiwara. Pergelaran drama mengambil cerita dari kalangan masyarakat dan juga problema kerajaan dan drama tersebut dinamakan dengan Ketoprak.

Selain itu ada juga pementasan drama yang mengambil naskah cerita dari dunia pewayangan dan para pemeran menggunakan atribut wayang dan dinamakan sebagai wayang orang. Namun seni wayang orang hanya bisa berkembang didaerah Jawa saja karena menggunakan bahasa Jawa.

Referensi: ekapratiwi55.blogspot.co.id/2012/01/sejarah-drama-di-indonesia.html

2 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *