pixabay.com/users/blende12-201217 |
Sejak abad ke 9 Masehi, masyarakat Nusantara sudah mengenal dunia tulis menulis. Hal ini karena sudah ada bukti dengan adanya peninggalan sejarah prasasti yang memiliki tulisan tahun perbuatannya. Tulisan dibuat di berbagai tempat seperti batu, daun lontar dan kulit kayu.
Pada zaman kerajaan Hindu-Budha serta kerajaan Islam, sudah banyak kitab-kitab yang ditulis dalam bentuk sastra, baik berupa prosa maupun puisi. Karya sastra bentuk prosa biasanya berupa cerita tentang dewa-dewi ataupun tentang cerita wayang sebagai legenda sejarah tanah Jawa.
Sedangkan karya sastra puisi biasanya berupa kalimat puji-pujian kepada Sang Hyang pencipta serta mengagungkan para raja-raja di tanah Jawa. Ada juga kitab yang berisi tentang silsilah para raja yang pernah memerintah kerajaan di tanah Jawa sebagai bentuk penulisan sejarah tradisional.
Kebanyakan penulisan sejarah tradisional diwujudkan dalam bentuk naskah yang ditulis pada daun lontar, sehingga tidak bisa bertahan lama. Banyak sekali naskah-naskah yang hilang dan rusak karena umurnya sudah berabad-abad sehingga banyak sejarah kuno yang masih menjadi misteri.
Jika pergi ke Bali, maka kita masih bisa mendengar syair-syair kuno yang dibacakan pada malam hari di Banjar atau tempat kesenian. Naskah dan syair-syair kuno yang ada di Bali masih ada sampai sekarang karena para Brahmana senantiasa melestarikannya dengan menulis kembali.
Jika kita ingin melihat manuskrip lontar dan naskah kuno, maka bisa pergi ke perpustakaan Lontar Gedong Kertya dan museum Buleleng di Bali. Ini adalah museum di Indonesia yang masih menyimpan manuskrip lontar dan naskah kuno yang sudah berusia ratusan tahun.
Naskah kuno yang ada di Bali sebagian besar berasal dai tanah Jawa seperti kitab Nagarakrtagama dan kitab Sutasoma. Namun sebagian besar bahasa dalam naskah tersebut sudah diganti dan disalin dengan bahasa Bali kuno dan bukan lagi menggunakan bahasa Jawa Kuno.
Selain itu, kota lain yang masih menyimpan naskah-naskah kuno yaitu Solo atau Surakarta. Ada dua tempat yang menyimpan naskah kuno, yaitu museum Radya Pustaka dan Masjid Agung Solo. Namun naskah kuno yang ada di Solo kurang terawat dengan baik sehingga banyak yang rusak.
Selain di Jawa dan Bali, masih ada naskah-naskah kuno di propinsi lainnya, seperti naskah La galigo yang berasal dari Makassar. Naskah ini ditulis sekitar abad ke 13 dan waktu itu sudah memasuki masa Islam. Naskah La galigo menjadi kitab yang sakral bagi masyarakat Bugis.
Naskah La galigo terbagi menjadi dua pembahasan, yang pertama kitab sejarah yang menceritakan asal usul manusia dan bahkan sejarah sebelum manusia ada dibumi. Sedangkan pembahasan yang kedua berupa aturan atau hukum tentang tata cara hidup bagi manusia sebagai makhluk sosial.