Pendekatan filosofis pada penerjemahan bertujuan untuk mengungkap esensi tindak translasi. Filosofis modern berusaha dikenalkan oleh beberapa ahli seperti George Steniner yang menguji teori penafsiran makna, sedangkan Ezra Pound terkait kekuatan bahasa, Walter Benjamin tentang kemurnian tugas penerjemah, dan Derrida tentang hubungan keterkaitan penerjemahan dekonstruksi (metode pembacaan teks) (p: 162)
A. Steiner tentang teori Hermeneutic
Steiner mendifinisikan Pendekatan Hermeneuitic (hermeneutic approach) adalah teori penafsiran makna yaitu dengan melakukan investigasi makna untuk pemahaman teks lisan atau tulisan. Teori ini digunakan untuk mengdiaknosa proses pemahaman makna secara umum. Sejak abad ke-18 telah dirancang sistem investigasi tentang teori dan proses penerjemahan, sedangkan Steniner telah memfokuskan pada fungsi psikologi dan intelektual penerjemahan (p: 163)
Steiner mendiskripsikan hermeneutics motion pada penerjemahan adalah tindakan pemaknaan dan transfer arti yang tepat. Konsep penerjemahan bukan sebagai ilmu tetapi sebagai seni yang pasti (an exact art). Penerjemahan dilakukan secara tepat dalam arti bisa laksanakan tidak sistematik. Hermeutic motion teridiri dari empat bagian yaitu (1) initiative trust; (2) aggression (or penetration); (3) incorporation (or embodiment); and (4) compensation (or restitution).
1. Initiative trust (kepercayaan inisiatif)
Langkah pertama dalam penerjemahan adalah ‘investment of belief’ yaitu yakin dan percaya bahwa ST (source text) dapat dipahami. Seperti halnya pada penerjemahan ST diasumsikan sebagai sesuatu yang nyata dan dapat diterjemahkan. Pada tahap ini tidak memperhatikan rima dan kata non komunikatif yang mungkin saja tidak terjemahkan. Tahap ini mengandung dua resiko.
- Kata terjemahan bisa berarti memiliki arti segalanya (mencakup banyak arti) seperti terjemahan Alkitab pada abad pertengahan untuk dapat menyampaikan semua pesan secara keseluruhan.
- Kata terjemahan bisa berarti tidak memiliki arti karena bentuk dan arti sangat berkaitan erat sehingga kata tidak diterjemahkan.
2. Aggression (agresi/ penetrasi)
Langkah kedua, Penerjemahan mengambi maknal inti (extract) dari ST. Dengan penetrasi atau menemukan makna aga dapat dipahami (dibaca) oleh pembaca target.
3. Incorporartion
Langkah ketiga, bahasa sumber yang telah diambil intinya kemudian di bawa ke target laguage (TL) yang memiliki kata atau istilah dan makna sendiri. Pada tahap ini terjadi dua kutub yang berbeda antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Terdapat kemungkinan terjadi ketidaksaaman budaya bahkan membutuhkan usaha yang sangat keras untuk menerjemahkan, maka diperlukan kreatfitas untuk memproduksi bahasa target. Juga perlu diperhatikan pula terjadinya bahaya ketidakseimbangan makna.
4. Compensastion (Kompensasi)
Timbal balik dari inti penerjemahan dari penerjemahan terhadap budaya target yang tidak bertentang dengan dengan ST. Bisa saja teks hilang atau ditambahkan sebagai konskeunesi transfer.
Ketidakseimbangan antar bahasa sumber dan produk terjemahan bisa saja terjadi dalam upaya untuk menciptakan sistem yang harmoik dalam alihbahasa. Ketidakseimbangan dapat dikompensasi misalkan saja bahasa target lebih sedikit dari aslinya (ST) yang penting harus ada keadilan untuk mencapai makna yang pantas.
Diperlukan unsur moral dan keseimbangan kepercayaan makna dalam teori penerjemahan tidak hanya pada model jenis penerjemahan tradisional (literal, free, faithful) terutama pada penerjemahan sastra. Penerjemahan yang baik dapat didefinisikan mampu mencerminkan dari dua bahasa, sejarah komunikasi, serta pertumbuhanya.
Steiner juga berpendapa bahwa teori penerjemahan modern dapat menekan masuknya (impor) bahasa asing ke budaya target dalam menyamakan terjemahan yang baik dengan domestikasi yang sesuai. Penerjemah perlu memperhatinkan strategi ideologi domestikasi dan foreignisasi. Kritik lain terhadap penerjemahan yaitu produk terjemahan masih dirasa didominasi oleh bahasa laki- laki (male-dominted language).
B. Ezra Pound, Energi bahasa
Pada abad 21 puisi modern milik Ezra Pund mengangkat tema kritik dan tindak translasi. Pound berusaha menemukan energi bahasa dengan menguji, meneliti, mencermati kualitas ekpresi bahasa. Mencermati energi bahasa melalui kejelasan rima, suara, dan bentuk terjemahan. Menemukan energi pada suatu gambar atau karya dipengaruhi sastra yang melatarbelakanginya misalkan sastra Latin dan Anglo saxon, dan puisi Ital (p: 167)
Pound melakukan ekperimen dan explorasi puisi untuk memberikan inspirasi pada penerjemah yang lainya dengan melihat ide pada karya suatu karya sastra. Penerjemahan didiskripsikan sebagai alat dalam perjuangan budaya (Gentzler 2001: 28). Melalui kritik terjemahan dan bentuk terjemahan yang kreatif juga mempengaruhi hasilnya pada karya sastra.
C. Tugas penerjemah: Walter Benjamin
Penerjemahan yang sebenarnya bersifat transparan, tidak menutup – nutupi, menampilkan bahasa yang murni agar makna tersampaikan sepenuhnya. Semua hal diatas, mungkin bisa diperoleh dengan memperlakukan penerjemahan secara literal. Pada makalah Benyamin menjelaskan bahwa penerjemahan tidak memberikan pemahaman kepada pembaca pada makna dan informasi asli. Penerjemahan memisahkan menghubungkan antara teks asli dan terjemahan (p:169)
A real translation is transparent; it does not cover the original, does not block its light, but allows the pure language, as though reinforced by its own medium, to shine upon the original all the more fully. This may be achieved, above all, by a literal rendering of the syntax which proves words rather than sentences to be the primary element of the translator. (Benjamin 1969/2004: 81)
Terjemahan yang baik harus bisa mengekspresikan hubungan antara dua bahasa, sehingga ditemukan keseraisan dari perbedaan bahasa. Diperlukan kreativitas dan pengembangan penerjemahan untuk berkontribusi pada dua bahasa tersebut. Pada akhirnya hasil terjemahan dapat mencapai semua aspek termasuk unsur sintak, kata, dan kalimat sebagai element utama pada penerjemahan.
D. Desconstruction (Dekonstruksi)
Cristopher Norris dalam bukunya Desconstuciton: Theory dan Practice mengenalkan deconstuction merupakan tindakan apa yang dilakukan terhadap bahasa, pengalaman, dan norma kemungkinan pada komunikasi manusia (p: 170)
It seeks to undo both a given order of priorities andthe very system of conceptual opposition that makes that order possible … Deconstruction is … an activity of reading which remains closely tied to the texts it interrogates. (Norris 1991: 31)
Dekonstruksi membongkar beberapa asumsi kunci ilmu bahasa, dimulai dari divisi yang jelas yang dicetuskan oleh Saussure tentang tertanda dan penanda dan konsep yang mendefinisikan, menangkap, dan menyetabilkan makna. Derrida menyimpukan dekonstruksi adalah tindakan subjek yang membongkar suatu objek yang tersusun dari berbagai unsur yang memang layak dibongkar.
Derrida meragukan teori Jakobson tentang pembagian 3 jenis penerjemahan yaitu interlingual, intralingual, dan intersemiotik. Derrida menunjukkan ketidaklogisan definisi Jakobson tentang penerjemahan interlingual atau penerjemahan yang sesungguhnya, dengan kata penerjemahan digunakan sebagai penerjemahan itu sendiri.
Judul karya Derrida termasuk permainan kata-kata sebagaimana yang ia bahas pada karya terjemahannya sendiri dari terhadap karya Shakespeare yang berjudul ‘the merchan of venice ‘when mercy season justice’. Derrida beursaha untuk mengimplementasikan penerjemahan sebagai konsep dan praktek yang merefleksikan hasil teori- teori dan penerjemah untuk memproduksi sintak, leksikon, dan tipografi ke dalam bentuk bahasa Inggris (Venuti in Derrida: 2001: 174-200). Strategi foreignisasi dapat dijadikan contoh dengan beberapa cara sebagai berikut:
- Perubahan tanda baca, menghilangkan huruf miring, menambahkan tanda kurung, dan tanda kutip pada isitilah teknis yang penting
- Menambhkan akhiran, métaphorique a menjadi metaphorrather dari metaphorics
- Hilangnya presisi dalam terjemahan dari istilah linguistik dan filsafat : effet, valeur dan articulationare diberikan sebagai fenomena, dan gagasan bersama;
- Perubahan urutan sintaksis dan diskursif;
- Kegagalan untuk menciptakan peran kata: terjemahan lebih pada metafora.
Berdasarkan penjelasan diatas, Lewis menggangap penerjemahan bahasa Inggris dari “white mythology” gagal untuk mencapai penerjemahan yang berterima karena munculnya teks Prancis. Langkah Derrida dalm mendeconsturksi ide text tidak ada dalam bahasa Inggris tersebut. Strategi lain diperlukan yaitu experimental translation strategi yang dikenalkan oleh Lewis digunakan terutama menyelesaikan beberapa peroalan dalam penerjemahan teks filosofis diamana text berperan sebagai premis dekonskturisng bahasa lama. Pendekatan ini juga menarik karena meminjam elemen dari analisis wacana konstraktif dalam menguji filosif penerjemenah terhadap perspective interdisipliner.
Study kasus 1
Pada studi kasus ini mencoba untuk menerjemahkan puisi berdasarkan strategi penerjemahanya hermeouic dari Steiner. Teks puisi yang kaji yaitu puisi oleh Seamus Heaney yang terjemahkan ke dalam bahasa Irlandia. Puisi ini disebut Beowulf (puisi epic) yang diterjemahkan dari Anglo-saxion (bahsa Inggris kuno yang berasal dari Jerman) dan Scandinavia. Puisi ini di publikasikan di UK pada tahun 1999 mendapat banyak pujian dan memenangkan penghargaan Whitbread yang prestis. Heaney memperkenalkan proses penerjeman dan konstruksi bahasa modern pada epic kuno yang sudah melekat ribuan tahun lalu.
Heaney (1999) mediskripsikan hubungan yang aneh puisi sekarang ini Inggris yang berusaha untuk dipahami arti dan mendapatkan cukup dasar bahasa Anglo-saxon dan budaya Scandinavia. Perpindahan temporal dan budaya bahsa Aglo-Saxion masih terasa.
Dengan pendekatan hermonic motion dari Steiner untuk memahami arti pada karya puisi aslinya sebagai langkah pertama. Walaupun puisi ini berasal dari luar, Heaney meruba keras dan mencoba menerjemahkan. Teks mungkin terkesan ke arah Anglo-saxion, akan tetapi tetap dicoba untuk menghasilkan perbedaan dan terjemahan yang hebat.
Terjadi spekulasi antara pembaca lama dan modern. Metafora yang diangkat memberikan keanehan sekarang ini, sehingga mencerritkan tetang situasi Anglo-saxon di Inggris ke dalam era milinum. Metafora yang dihasilkan cenderung berbeda dalam menyampaikan ide yang disebut “open-cast mine’ oleh Steiner’s.
Strategi penerjemahan juga untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan pondasi penerjemahan dengan biografi dan bahasa sebagai salah satu cara puisi Irlandia mencakupi istlah terkait sejarah yang komplek terhadap kekuasaan, koloni, resistensi, integrasi, dan antagonisme. Unsur budaya dan kebahasaan dalam penerjemahan terkait dengan bahasa sumber dan target.
Diskusi pada studi kasus 1
Pada kasus studi petama ini berusaha untuk melihat sejauh mana pendekatan filosofis digunakan dalam praktek penerjemahan modern. Heaney menunjukan indikasi cara mencari bahasa dan mempertanyakan bhasa pada awal penerjemahan, memainkan integral dalam membangun Beowulf (puisi epic) modern. Penerjemahan dengan sengaja menghubungkan budaya masalalu (anglo-saxion dan scandinavian) dan budaya dan bahasa yang dibahas, Irlandia, bahasa penerjemahan mengangkat antara bahasa dulu dan sekarang, mentransfer mitos ke dalam bahasa yang umum mengkacaukan gagasan yang dulu telah ada, dengan memurnikannya dengan teori hermeunutic sebagai terdapat pendapat yang ada pada teori paska kolonial. Berdasarkan teori interpretasi berusaha untuk menjelaskan kedekatan antara praktek dam penerjemahan karya sastra modern.
Study kasus 2
Text pada studi kasus ini merupakan short story berjudul Nineve karya pengarang Argentina diterjemahan Hector Lebertella. Isinya merupakan cerita tentang arkeolog Britis, Henry Rawlinson. Libertella menggunakan ilustrasi, perntanyaan, dan menggali sang arkeolog dengan berusaha untuk memahami inspeksinya. Hal ini menarik untuk melihat sejauh mana pendekatan yang diadopsi oleh Derrida dan Lewis terkait teks tersebut. Tema inti cerpen ini adalah harapan dan kebohogan yang disampaikan dalam permainan kata dan kata yang membingungkan.
Diskuisi pada studi kasus 2
Strategi penerjemahan yang digunakan mirip dengan Lewis ‘abusive fidelity’ yaitu berusaha untuk mencipatakan energi bahasa sumber dengan experimen yang melibatkan resiko dan pertentangan dengan norma pada bahsa target. Hal ini penting karena penerjemahan tidak bentuk kata tetapi juga pengetahui esensinya. Fokus penerjemahan harus memahami tema inti yang menentukan keseluruhan teks. Diperlukanya kreativitas dalam membentuk atau mendeskonstruksi dalam bahasa target.
Perbedaan antara ST dan TT berusaha minimalisir oleh Derrida dalam elemen teks Libertella. Kedua teks antara Sir Rawlinso dalam bahasa Spanyol dan Sir Henri dala bahasa Inggris berusaha disamakan. Penerjemahan yang lebih diperhalus tanpa menutup – menutupi teks asli walaupun pembaca akan kaget dengan hadirnya unsur spanyol.
Strategi penerjemahan experimental, dengan hasil terjemahan yang lebih jelas. Penerapanya mungkin lebih tepat pada teks filsafat. Terkait dengna Libertella cerpen Nineve jika memakai strategi konvensional tidak dapat menciptakan energi asli. Penerjemahan Nieve tidak termasuk dalam penerbitkan di UK karena penerjemahanya tidak dapat dipahami oleh target pembaca.
Rangkuman
Pada bab ini telah menjelaskan tentang teori filosofi penerjemahan. Steiner mengacu pada tradisi hemeneutik German dalam After Babel (1975) yaitu penerjemahan berdasarkan interpretasi makna terutama dalam teks sastra. Dalam penerjemahan Ezra Pound menekankan energi bahasa terjemahan, sementara Walter Menjamin tugas penerjemah harus singkat dan indah terkait kemurnian bahasa melalui penerjemahan literal. Sedangkan deskonstruksi Derrida kepastian yang dipegangan penerjemahan termasuk pertentengan antara bahasa sumber dan bahasa target sebagai stabilitas simbol linguistik. Semua teori ini tentang prinsip penerjemahan dan meningkatan kajian penerjemahan.
Baca: Penerapan Metode Penerjemahan Interpretasi Puisi oleh Susan Bassnett
Sumber: Munday, J. 2001. Introducing Translation Studies: Theories and Applications. London: Routledge.