Beberapa waktu terakhir ini kita sering disuguhkan dengan kampanye penghapusan budaya pungutan liar yang lebih sering dikenal dengan “pungli”. Kampanye ponalakan terhadap “pungli’ sering kita jumpai di kantor – kantor, instansi pemerintahan, dinas, kepolisian, hingga sekolah.
Kata “pungli” biasanya dibubuhi kata tambahan sehingga menjadi klausa yang persuatif misal:
“stop pungli”
“stop pungutan liar”
“stop pungli
jangan memberi – menerima”
“stop pungli
jangan memberi – menerima
lihat, lawan, & laporkan”
“stop pungli disekolah”
“stop pungutan liar
penerima dan pemberi sama – sama melanggar hukum”
“kami tolak pungli”
Jika dilihat ada asal katanya “pungutan” berasal dari kata “pungut”. Menurut Daring KBBI Kata “pungut” sama artinya dengan “memungut” yang merupakan kata kerja. Kata tersebut mendapatan akhiran an, sehingga menjadi kata benda “pungutan”. Lalu “liar” kata sifat (adjektiva) artinya “tidak resmi”. Oleh sebab itu, frasa pungutan liar artinya mengambil sesuatu secara tidak resmi oleh seseorang (pelaku) terhadap orang lain (penderita).
Lalu dalam konteks spanduk – spanduk sering ditemui tersebut, siapakah yang memugut dan siapakah yang dipungut?
Sumber: MuriaNews.com |
Pada spanduk diatas tertulis “stop pungli penerima dan pemberi sama sama melanggar hukum” memiliki asumsi bahwa pihak instansi tidak melakukan pemugutan terhadap masyarakat dan masyarakat juga tidak boleh menyogok. Akan tetapi sudah tepatkah?
Kalau disederhanakan frasa tersebut akan sama artinya dengan frasa
“Anda jagan pungli” atau
“Anda jagan melakukan pungutan liar”.
Anda (pelaku) dalam hal ini ditujukan kepada siapa? apakah kepada masyarkat? Apakah betul masyarkat yang notabene membutuhkan pelayanan malah minta pungli. Padahal yang bisa melakukan pungli adalah pihak intansi itu sendiri.
Sehingga, secara ekspilit maka “stop pungli” malah seolah – olah pihak instansi memberikan himbauan kepada dirinya sendiri. Apakah inikah yang selama ini mereka maksudkan?
Agar perseptif tersebut tidak rancu dan secara tepat bersifat preventif kepada masyarkat maka akan lebih tepat jika menggunakan kata
“stop menyogok”
“tidak menerima suap”
“dilarang menyuap”
“stop suap”
“dilarang menyogok”
“tidak menerima uang sogokan”
“stop grativikasi”
“stop memberi uang tips”
“no uang tips”
“dilarang memberikan uang tips”
Apakah benar “pungli” telah mengalami peluasan makna. Kata ini diasumsikan mengalami pergeseran bahwa makna “pungli” ditujukan untuk masyarakat. Meskipun begitu, makna ini belum sepenuhnya bisa diterima.