Proses Kemunduran Karya Sastra Pantun di Indonesia

Posted on
Karya sastra yang berupa pantun memang kurang begitu diminati dan perkembangannya sangat lambat dibandingkan dengan karya sastra lainnya. Padahal pantun merupakan kalimat yang biasanya berisi pesan moral atau motivasi, juga sindiran kepada seseorang atau pihak tertentu.
Pantun merupakan bagian dari puisi lama yang populer sejak era melayu klasik. Yang termasuk puisi lama lainnya adalah gurindam, syair dan mantra. Pantun memiliki ciri-ciri dengan menggunakan sajak ab-ab dan telah menjadi kebiasaan atau budaya pada masyarakat melayu.
Para sastrawan lama angkatan balai pustaka memang banyak yang masih aktif membuat pantun dan disandingkan bersama puisi. Selain itu, pada masa orde baru pantun juga banyak dipopulerkan melalui radio-radio lokal sehingga semakin akrab ditelinga para pendengarnya.
Setelah berkembangnya era televisi dimasyarakat, membuat banyak radio tidak lagi menjadi pusat informasi bagi masyarakat. Banyak radio yang tutup dan pantun semakin jarang terdengar dan bahkan bisa dikatakan sebagai karya sastra yang asing bagi masyarakat diera globalisasi.
Hal yang sama juga terjadi pada media cetak seperti koran dan majalah. Kalau diera orde baru banyak sekali koran dan majalah yang memuat pantun, maka diera dunia serba komputer ini sudah jarang sekali media cetak yang mau menampilkan pantun untuk mengisi kolom hiburan.
Berkembangnya dunia internet juga tidak bisa membangkitkan sastra pantun yang sepertinya sudah terlupakan ditelan zaman. Banyak anak muda yang lebih suka mengisi status dimedia sosial dengan kata-kata sampah seperti curhat atau mengeluh tentang problema dalam kehidupan.
Internet menjadi pelengkap kemunduran akan merosotnya sastra pantun dan sepertinya sudah jarang sekali tempat atau sarana untuk menuangkan pantun. Buku-buku tentang pantun juga kurang diminati para penerbit buku karena para pembacanya terus menurun dari waktu ke waktu.
Selain itu, para guru disekolah pun tidak begitu antusias untuk mengembangkan karya sastra pantun kepada para pelajarnya sehingga anak-anak muda semakin tidak mengenali pantun. Tentu saja hal ini merupakan sebuah kemunduran besar dalam perkembangan pantun dinegara kita  ini.
Anak-anak muda menganggap bahwa pantun adalah karya sastra tradisional yang kampungan dan bukan sebuah jenis sastra yang perlu dipelajari. Selain itu, aturan sajak yang mengikat dalam pantun membuat bagian dari puisi lama ini kurang disenangi dikalangan anak muda dan pelajar.
Sebenarnya memasuki tahun 2000-an banyak sekali kaos yang dijual dipasaran memuat tulisan tentang pantun dan peribahasa yang menarik. Namun produk kaos juga mengikuti tren pasar sehingga hal ini tidak bisa bertahan lama dan design kaos selalu berganti mengikuti konsumen.
Baca: Sastra Indonesia di Masa Lampau
Sepertinya sudah jarang sekali para penulis-penulis baru yang mau kreatif dalam membuat pantun dan lebih suka pada cerpen dan puisi baru. Sebenarnya pantun masih disukai masyarakat, namun tidak banyak orang yang menyadari hal ini dan mau membangkitkan lagi sastra pantun.
Referensi
bahasadankesantunan.blogspot.co.id/2012/01/eksistensi-puisi-lama-di-era.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *