Analisis wacana rupanya mempunyai peranan yang penting dalam proses belajar bahasa, terutama dalam keterampilan yang bersifat produktif, yaitu bertutur kata dan menulis (Wahab, 1991: 136). dalam hal menulis, kita mengenal istilah keutuhan (unity) dan keruntutan (coherence) baik dalam satu paragraf, maupun dalam satu karangan utuh.
Tujuan utama dalam pembagian suatu karangan utuh kedalam paragraf ialah untuk memisahkan dan menekankan adanya tahapan-tahapan berfikir dan untuk menunjukan adanya peralihan dari satu gagasan ke gagasan lain yang masih erat kaitannya dengan gagasan pokok yang lebih besar. walaupun demikian, tujuan itu tidak boleh dihalangi oleh kurangnya keutuhan dan keruntutan. Syarat adanya keutuhan pada ilmu retorika itu sebenarnya sejalan dengan prinsip lokalitas dan prinsip analogi dalam analisis wacana. Satu paragraf dapat dikatakan utuh (unified),hanya juka rincian paragraf itu mengacu kepada satu topik. Sekali pikiran pendengar atau pembaca siap menerima rincian tentang topik A, misalnya, maka pembaca akan bingung, jika rincian yng mengacu pada topik B atau topik C disisipkan ke dalam paragraf itu tanpa pemberian pperingatan.
Penulis yang menguasai prinsip-prinsip retorika dan dasar-dasar analisis wacana, akan secara sadar memikirkan keutuhan hal yang akan disajikan kepada pembacanya. Kesadaran ini paling tidak akan mengingatkan penulis pada dua syarat penulisan paragraf yang utuh. Dua syarat keutuhan itu adalah hadirnya kalimat topik (topic sentence) dalam tiap paragraf dan pengucilan materi atau rincian yang tidak ada hubungannya dengn kalimat topik.
Selanjutnya, paragraf yang sadar akan pentingnya coherence akan memikirkan paling tidak dua syarat dalam mentkan gagasannya. Kedua syarat itu adalah: (1) penyusun materi yang logis, (2) penggun aan kata-kata transisi yang mangaitkan uah pikiran dalam satu kalimat dengan dua pikiran yang terkandung pada kalimat lan.
Koherensi dapat dicapai danyatransisi yang mengaitengan caara menggunakan kata-kata yang menandakan adanya transisi yang mengaitkan buah pikiran pada kalimat yang satu dengan gagasan pada kalimat yang lain. Jadi, pertautan antara buah pikiran yang satu dengan buah pikiran yang lain dapat diketahui dari tanda-tanda linguistik yang berfungsi menghubungkan butir-butir pikiran itu.
Besarnya peranan analisis wacana dalam proses belajar keterampilan berbahasa (yang yang bersifat recognitive maupun yang bersifat productive) juga diperkuat oleh sala satu aspek pragmatic yang disebut the theory of implicature, yang telah diperkenalkan oleh H. P. Grice (1975) mengenalkan teori yang berkaitan dengan cara bagaimana manusia menggunakan bahasanya. Dia menyatakan bahwa ada seperangkat asumsi yang memberi pengarahan manusia dalam prilaku bertutur kata.
Dalam teori Grice, ada empat prinsip umum untuk bertutur kata, yang oleh Grice disebut sebagai “the essential maxim of conversation”, yang mendasari penggunaan bahasa yang kooperatif dan efisien. Keempat maxim itu membentuk prinsip kooperatif yang dirumuskan sebagai berikut.
The cooperative principle:
Make you contribution such as required, at the stage at which it occurs, by the accepted purpose or direction of talk exchange in which you are enganged.
Adapun empat prinsip umum bertutur kata (the four maxim) itu dirumuskan sebagai berikut.
The Maxim of Quality:
Try to make your contribution one that is true. specifically: (i) do not say what you believe to be false, (ii) do not say for which you lack adequate evidence.
The Maxim of Quantity:
(i) Make your contribution as informative as is required for the current purpose of exchange, (ii) do make your contribution more informative than is required.
The Maxim of Relevance:
Make your contribution relevant.
The Maxim of Manner
Be perspicuous, and specifically: (i) avoid obscurity, (ii) avoid ambiguity, (iii) be brief, and (iv) be orderly.
Pada pokoknya, keempat prinsip umum tersebut memberi arah kepada orang yang sedang bertutur kata tentang apa yang harus dikerjakan, agaria memperoleh hasil yang maksimal, efisien, rasional, dan kooperatif. Untuk itu ia harus berbicara dengan jujur, relevan, jelas, dan mau memberi informasi secukup yang diperlukan. Keempat prinsip yang dikemukakan oleh Grice ini dapat memberikan tuntunan yang praktis kepada penulis, terutama dalam penggunaan gaya bahasa (style).
Dari uraian di atas telah menunjukan bahwa peranan konsep analisis wacana dalam proses belajar keterampilan berbahasa, terutama dalam aspek produktif. Seperti halnya dengan cabang linguistik yang bernama pragmatik, analisis wacana ini baru mendapatkan perhatian para pakar kebahasaan mulai akhir decade 1970-an, terutama di Inggris dan Amerika.
Referensi
Wahab, Abdul. (1991). Isu linguistik pengajaran bahasa dan sasra. Surabaya: Airlangga.