1. Analisis dan Sintesis
Seperti yang telah kita ketahui bahwa tiap-tiap tata bahasa mengandaikan leksikon (atau kamus) dimana kata-kata sesuatu bahasa diklasifisikan sesuai dengan keanggotaan dalam kelas-kelas distribusi yang diacu dalam kaidah-kaidah tata bahasa.
Baik tata bahasa maupun leksikon dapat dipandang dari sudut pandang yang berbeda, tergantung kepada, apakah linguis menaruh perhatian pada analisis (“pengenalan”) korpus ujaran-urang atau sintesis (“pembuatan” atau “produksi”) kalimat-kalimat gramatikal. Meskipun leksikon dan tata bahasa, agar muda dipraktekan, diatur dengan cara yang agak berbeda, menurut apakah akan dipakai untuk “pengenalan” atau untuk “pembuatan”, penting untuk disadari bahwa leksikon dan tata bahasa itu sendiri netral berkenaan dengan pembedaan itu. Setiap korpus ujaran-ujaran yang telah dibuktikan kebenarannya hanya dapat dideskripsikan hanya dengan memuaskan sebagai “sampel” kalimat-kalimat yang dibangkitkan oleh tata bahasa itu. Oleh karena itu, tidak ada pertentangan antara tata bahasa generative dan tata bahasa deskriptif.
Akan tetapi, kenyataan bahwa pada dasarnya tata bahasa itu netral berkenaan dengan analisis dan sistesis tidak berarti bahwa mengikuti sudut pandang yang satu dan bukan yang lain tidak aka nada konsekuensinya yang praktis. Jika tata bahasa dipakai untuk sintesis, akan muda apabila ia memilki leksikon yang diatur sedemikian sehingga bilamana tanda kelas kata tertentu (misalnya, N, “nomina”) ditentukan, kita akan segera menemukan anggota-anggota kelas yang dimaksud bagi beroperasinya kaidah-kaidah subtitusi leksikal. Salah satu cara yang jelas untuk melakukan ini adalah mengatur leksikon sebagai sepeerangkat daftar, masing-masing sepeerti berikut:
N = {man, boy, chimpanzee,…}
Akan tetapi, jika kita melakukan analisis atas suatu teks tertentu, akan lebih mudah bekerja dengan daftar yang lengkap di mana kata-katanya diurutkan menurut suatu asas tertentu (misalnya, menurut abjad) yang memungkinkan kita dengan cepat menemukan setiap kata yang terdapat dalam kalimat-kalimat yang sedang dianalisis dan mengetahui cirri-ciri gramatikalnya, misalnya:
Beauty : Nomina
Die : Nomina, Verba
Warm : Adjektif, Verba
Beberapa tata bahasa generatif atau gambaran-gambaran singkat mengenai tata bahasa baru-baruini, memberikan daftar-daftar sebagian dari masing-masing kelas kata. Perbedaan antara kedua macam leksikon itu bukanlah perbedaan dasar, teteapi hanyalah perbedaan untuk membedakan acuan saja. tata bahasa-tata bahasa generatif yang lebih modern seperti yang diacu lebih besar perhatiannya untuk menetapkan kelas-kelas gramatikal yang diperlukan dalam deskripsi bahasa yang mereka hadapi dari pada dengan mereka menghabiskan tenaga untuk mengklasifikasikan semua kata dalam bahasa itu.
2. Kaidah-kaidah Subtitusi Leksikal
Sekarang bolehlah kita kembali ke pembicaraan tentang struktur leksikon. Untuk mudahnya, kita akan terus bekerja dengan pengertian kita yang sangat sederhana mengenai kaidah-kaidah gramatikal. maka, kita kembali saja ke kaidah pertama yang digunakan pada bagian sebelumnya:
∑1 : T + N + V + T + N
Dan kelas-kelas kata yang diandaikannya:
T = {the}
N = {man, dog, chimpanzee, …}
V = {bites, eats, opens, …}
Proses subtitusi eksikal dapat dideskripsikan sebagai berikut: bagi setiap terdapatnya tanda kelas gramatikal dalam deskripsi struktural sebuah kalimat, tempatnya sembarang anggota kelas yang diacu, dengan mengambil anggota ini dari kelas yang terdaftar dalam leksikon. (Apabila semua tanda kelas gramatikal telah digantikan, atau “dijabarkan”, dengan penerapan ulang atas subtitusi leksikal ini. “keluaran” sistem generatif itu adalah sebuah kalimat deskripsi struktural terperini). Operasi subtitusi leksikal itu dapat dirumuskan dengan kaidah yang berikut ini.
X → X │X ϵ X
“Jabarkan X, di mana X adalah veriabel yang merentang atas (mengambil semua nilai”) semua kelas gramatikal yang diacu dalam sistem generative (misalnya, T, N, atau V), sebagai x, di mana x adalah sembarang anggota kelas X”. penerapan ulang kaidah substansi leksikal ini akan mengubah T + N + V + T + N menjadi kalimat seperti The dog bites the man.
Karena kaidah substansi leksikal beroperasi dengan cara yang sama tak tergantung pada “nilai” yang diambil oleh X, kita dapat memandang daftar-daftar kata sebagi perangkat kaidah yang ditambahkan pada tata bahasa dan dengan demikian tidak menggunakan kaidah subtitusi leksikal yang digeneralisasikan. Dengan mengambil pandangan ini kita akanmengikuti kebiasaan Chomsky dan para penulis tata bahasa generative paling awal.Maka, kita atur leksikonnya dengan bentuk yang berikut:
T = {the}
N = {man, dog, chimpanzee, …}
V = {bites, eats, opens, …}
Anak panah boleh ditafsirkan sebagai petunjuk untuk menggantikan atau “menjabarkan”, unsur yang terdapat di sebeah kirir anak panah: misalnya, “y → z” berarti “jabarkan y sebagai z (dengan kondisi-kondisi yang mengatur sistem kaidah)”. Setiap sistem kaidah, yang masing-masing diberi bentuk ini. Akan diacu sebagai sistem penjabaran (atau sistem kaidah penjabaran).
Sekarang akan kita gunakan uga anak panah penjabaran itu untuk kaidah gramatikal dan memadukan kaidah gramatikal dan kaidah subtitusi leksikal menjadi satu sistem:
- ∑ → T + N +V +T + N
- T → {the}
- N → {man, dog, chimpanzee, …}
- V → {bites, eats, opens, …}
Inilah tata bahasa generative yang sangat sederhana, yang sekarang akan kita perluas untuk menampung sejumlah tertentu subklasifikasi kelas-kelas kata.
Dipandang dari sudut tata bahasa, ketidaksesuaian ini mungkin diperbaiki dengan memasukan kaidah-kaidah tambahan sebagai berikut:
N → {Na, Nb, Nc}
V → {Vd, Ve,, Vf}
Sekarang kita hanya memperabaiki kaidah-kaidah subtitusi leksikon (dengan menambah jumlahnya). Jadi, kaidah tata bahasa dan leksikon yang baru bentuknya sebagai berikut:
- ∑ → T + N +V +T + N
- N → {Na, Nb, Nc}
- V → {Vd, Ve,, Vf}
- Na → {man, dog, chimpanzee, …}
- Nb → {banana, door, milk, …}
- Nc → {fact, meaning, structure, …}
- Vd → {eats, bites, frightens, …}
- Ve → {recognizes, …}
- Vf → {determines, …}
Sistem kaidah ini memformalisasikan di dalam tata bahasa kenyataan bahwa Na,, Nb,, dan Nc adalah subkelas-subkelas N (angota-anggotanya “nomina”) dan Vd, Ve,,dan Vf subkelas-subkelas V (angota-anggotanya “nomina”). Akibatnya, ada tambahan “lapisan” struktur gramatikal yang dimasukan oleh sistem itu untuk memformalisasikan keyataan itu. Akan tetapi, itu terjadi karena memperbolehkan dengan menganggap gramatikal gabungan-gabungan subkelas yang dirangcang akan dicegah dengan proses subklasifikasi itu.
3. Ciri-ciri Gramatikal
Tata bahasa mungkin diperluas, misalnya, dan mencakup kaidah-kaidah lebih lanjut seprti:
Na → {Na1, Na2}
Nb → {Nb1, Nb2}
Na1 → {Na11, Na12}
dst.
Setiap klasifikasi macam ini yang beruntun berarti penambahan jumlah subtitusi leksikal pada bagian akhir. Kaidah-kaidah itu membagi kata-kata menjadi kelas-kelas dan subkeas-subkelas yang diatur secara hierarkis sehingga Na11 dan Na12 sepenuhnya termasuk Na1, Na1 sepenuhnya termasuk Na, dan Na sepenuhnya termasuk N; dan seterusnya. Anggapan ini dipegang dalam tata bahasa generative paling awal yang menganut sistem formalisasi penjabaran (yang mulai digunakan dalam linguistik oleh Chomsky).
Sistem itu tak memuaskan dalam dua hal. Pertama, itu menyebabkan adanya sejumlah besar daftar kata yang terpisah-pisah dalam leksikondan sesuai dengan itu banyak sekali keanggotaan ganda. Kedua, dan kebih penting, sistem itu membuat perumusan kaidah-kaidah gramatikal lebih sulit daripada yangdiperlukan dan ditunjukan oleh “fakta-fakta”-nya. Mengutip kata Chomsky dalam Lyons (1995: 162) mengyatakan “Kesukarannya adalah subkategorisasi [yaitu subklasifikasi kata-kata] ini secara khas tidak bersifat hierarkis, tetapi juga memasukan klasifikasi silang. Karenanya, misalnya, Nomina dalam bahasa Inggris itu kalau bukan Nama Diri (John, Egypt), Nama Jenis (boy, book)… Tetapi, jika subkategorisasi itu ditentukan oleh kaidah-aidah penjabaran, maka salah satu dari pembedaan-pembedaan itu akan mengatasi, dan yang lain tak dapat ditetapkan secara wajar”.
Chomsky lebih lanjut dalam Lyons (1995: 163) mengemukakan: “Apabila analisis bertambah dalamnya [yaitu dengan subklasifikasi berturut-turut], masalah-masalah macam ini begitu meningkat sehingga meningkat sehingga menunjukan ketidaksesuaian yang parah dalam tata bahasa yang seluruhnya terdiri atas kaidah-kaidah penjabaran”.
Istilah teknis yang telah menjadi terkait dengan macam klasifikasi atau “pengindeksan” ini adalah cirri (bandingkan dengan penggunaan istilah “cirri” dalam fonologi yang disitu ada paralelisme tertentu). Tiap-tiap kata, kita anggap, harus terdaftar dalam leksikon 9yang sekarang tidak lagi berbentuk seperangkat kaidah penjabaran yang termasuk dalam tata bahasa) dengan seperangkat cirri, sebagai berikut:
boy : [nama jenis], [insan], [maskulin], …
door : [nama jenis], [tak bernyawa], …
4. Implikasi-implikasi Kongruensi dalam Klasifikasi Gramatikal dan Semantis
Kita sudah mengacu kepada kongruensi (keselarasan) yang ada, dalam berbagai tingkat, antara struktur gramatikal dan struktur semantik bahasa; dan kita akan kembali pada persoalan ini kemudian. Boleh dianggap bahwa kebanyakan nomina yang secara gramatikal”bernyawa” adalah menandai manusia atau binatang, kebanyakan nomina “maskulin” menandai yang jantan, dan sebagainya. Tetapi, klasifikasi kata-kata menurut cirri-ciri seperti “bernyawa” atau “maskulin” sering berselisih dengan klasifikasi berdasarkan makna kata. Ini sudah amat disadari, dan ini pula alasan utama mengapa kebanyakan linguis telah berpalin dari tata bahasa “fisolofis”.
Meskipian demikian, hendaknya benar-benar dipahami bahwa dalam deskripsi bahasa yang menyeluruh, leksikon mesti mencakup baik informasi semanti untuk tiap-tiap kata yang terdaftar di situ. Bukan tak dapat dibayangkan bahwa sebaiknya informasi semantik diatur sedemikian sehingga kemudian menjadi mungkin untuk menderivasikan sebagian kaidah-kaidah gramatikal (yang diperlukan bagi beroperasinya kaidah gramatikal) dari pernyataan makna kata bilamana ada kongruensi gramatikal dan klasifikasi semantik.
Baca: Kajian dan Jenis Tipologi Bahasa
Referensi
Lyons, John. (1995). Pengantar teori linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.