pixabay.com/users/roonz-nl-17511/ |
Geguritan adalah puisi atau sajak bebas yang ditulis dalam bahasa Jawa. Kata Geguritan berasal dari kata Gurit yang berarti tulisan, kidung, tembang, tembung. Dalam bahasa Kawi, kata gurit berarti goresan, penulisan dan tembung yang disusun dengan sangat indah dan penuh makna.
Sedangkan arti Geguritan yang berasal dari kata gurit dalam kamus besar bahasa Indonesia atau KBBI berarti sajak atau syair. Geguritan memiliki arti yaitu sebuah karya sastra yang berbentuk syair atau puisi yang dibacakan dengan irama atau tembang dengan perpaduan suara yang indah.
Perjalanan karya sastra Geguritan mengikuti perkembangan zaman yang telah berubah dan menjadi bentuk puisi yang bebas tidak terikat dengan aturan. Seperti yang bisa kita lihat sekarang ini bahwa Geguritan merupakan bagian puisi Jawa yang bebas atau tidak beraturan.
Geguritan merupakan sebuah karya sastra yang diekspresikan sebagai ungkapan perasaan yang penuh kebahagiaan. Bersifat bebas dan mensyaratkan akan sebuah keindahan tidak memiliki aturan resmi sehingga berbeda dengan tembang mocopat serta karya sastra Jawa lainnya.
Ketika zaman semakin berkembang, sastra Geguritan semakin ditinggalkan para pewarisnya dan anak-anak muda lebih senang dengan puisi modern. Hal ini tentu saja mengancam kelestarian sastra warisan nenek moyang ini dan memerlukan perhatian khusus terutama dari kalangan Jawa.
Geguritan memiliki sejarah panjang dimasa lalu karena sudah ada sejak zaman kerajaan Jawa. Setelah negara ini berkali-kali mengalami masa penjajahan, para sastrawan Jawa saat itu yang dinamakan Penggurit mengungkapkan ekspresi kekesalan dan kritik kepada para kaum penjajah.
Senandung Geguritan memiliki keindahan nada, ekspresi dan lebih indah dari puisi modern. Hal ini karena penggurit bisa mengekspresikan nada dan irama lebih bebas serta lepas menggunakan bahasa asli, berbeda dengan puisi modern yang menitikberatkan pada bahasa Melayu.
Para generasi penerus dimasyarakat Jawa lebih bebas berekspresi menggunakan bahasa yang dipakai untuk berkomunikasi sehari-hari. Bahasa yang digunakan adalah Jawa ngoko atau Jawa kasar dan sudah meninggalkan bahasa aslinya yaitu Jawa Kromo yang lebih halus dan indah.
Hal ini tentu saja mengurangi keindahan dan meninggalkan etika serta kesopanan yang telah ditanamkan nenek moyang Jawa yang lebih halus dalam bertutur kata. Geguritan sudah mengalami transformasi dalam penggunaan bahasa yang halus berubah menjadi bahasa yang kasar.
Geguritan memang sebuah kebebasan dalam membuat karya sastra berdasarkan ungkapan perasaan yang tidak terikat pada peraturan. Ini adalah tradisi warisan nenek moyang Jawa yang sudah menjadi budaya dan selanjutnya kita wajib melestarikannya agar tidak termakan era globalisasi.
Walaupun dahulu kala tanah Jawa berdiri kerajaan, namun kebebasan berekspresi sudah berkembang pesat jauh sebelum budaya barat berkembang. Tentu saja bangsa Indonesia khususnya Jawa patut berbangga diri bahwa sejak dahulu peradaban kita sudah sangat tinggi.
Geguritan termasuk dalam sastra jawa. Contoh geguritan sangat banyak dalam bahasa Jawa. Berikut salah satu contohnya dikutip dari MasIrul.com dengan judul “Endahe Alam”
Yen mandheng alam iki ..
Pikiran susah dadi endah
Anggugah semangat urip kangge jiwa iki
Ati pun dadi sumringah lan bungah
Yen ndeleng uwit ijo royo-royo
Awujud ciptaan sing kuasa
Lan kesucian sinar surya
Kanggo padhange dunya iki
Puji syukur matur nang Gusti Allah
Marang kaendahan isine ing bumi
Sing kudu dijaga lestariane
Tanpa ngilangake kaendahane
–Arvie Diah Pratiwi–
ada contohnya gak?
Apa perbedaan geguritan lugu,biasa,profan,dan prismatis?
Terimakasih.
Asal usul geguritan