Istilah genolinguistik dalam pembahasan ini digunakan untuk merujuk pada suatu kerja akademik yang bersifat kolaboratif antardua disiplin lmu yang berbeda yang menjelaskan suatu persoalan yang sama melalui pengkajian terhadap masing-masing objek ilmu pengetahuan tersebut.Kedua disiplin ilmu itu adalah linguistic dan genetika, sedabgkan persoalan yang samayang dikaji oleh keduanya adalah persoalaan kemanusiaan yang menyangkut pengelompokan dan persebaran populasi manusia di mukabumi. Yang pertama menjelaskan masalah kemanusiaan dari aspek bahasa yang menjadi identitasnya sedangkan yang kedua menjelakan masalah kemanusiaan dalam aspek geennya., sebagai unsr pembawa informasi genetis yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutna. Dengan demikian, geolinguistik adalah subdisiplin antarbidang linguistik dengan genetika yang mengkaji masalah pengelompokan populasi manusia, relasi kekerabatan di antaraya, serta perjalanan historis yang dialami oleh kelompok populasi tersebut melalui pengelompokan dan penelusuran relasi kekerabatan bahasa dan genetis (Mahsun, 2010: 1).
Dalam bukunya yang berjudul Mapping of Human History: Discovering the Past Trough Our Gens, Olson (2003) dalam Mahsun (2010: 2), menyatakan bahwa bahasa dan gen menyebar dari sebuah sumber yang sama. Adalah kemustahilan jika manusia-manusia modern yang bermigrasi dari tanduk Afrika ke benua Australia dengan membawa serta keturunan-keturunan mereka tanpa ada satu bahasa sebagai sarana untuk saling berkomunikasi. Namun sayangnya, bahasa manusia modern awal yang digunakan untuk mengembangkan kreativitas teknologi (rakit) dan fleksibilitas sosial antarmereka hilang tanpa bekas sebagaimana jejak-jejak kaki mereka di pantai kuno Laut Merah terhapus disapu ombak. Memang sulit merekonstruksi sebuah bahasa purba yang dituturkan lebih dari 65000 tahun lalu, kaena tulisan yang dapat melestarikan bahasa itu baru dikenal 5000 tahun lalu. Kondisi itu ditambah lagi oleh fakta bahwa bahasa-bahasa manusia berubah dengan sangat cepat sehingga memustahilkan untuk melakukan rekonstruksi bahasa purba. Namun demikian, perubahan kata-kata dalam suatu bahasa berlangsung secara individual, sehingga masih dapat ditelusuri kesamaan dengan kata-kata asalnya. Kata untuk makna surge dalam bahasa Inggris abad ke-11 memiliki pertautan dengan kata dalam bahasa Inggris modern misalnya: heofonum ~ heaven ‘surga’. Ada beberapa kata sangat resisten terhadap perubahan, seeperti kata-kata yang menyangkut bagian tubuh, cirri-ciri pokok suatu lingkungan, pronominal, yang oleh Swadesh dikelompokan ke dalam apa yang disebut kosa kata dasar (basic vocabulary).
Ada dua pandangan pokok yang dipedomani dalam linguistik, khususnya linguistik diakronis, dalam menjalankan akadeemisnya, yaitu pandangan yang terkait deengan asumsi yang dibangun atas hipotesis keterhubungan (relatedness hypothesis) dan hipotesis keteraturan (regularity hypothesis). Hipotesis keterhubungan berasumsi bahwa bahasa-bahasa/dialek-dialek itu pada dasarnya, berhungan satu sama lain karena semua bahasa/dialek yang ada berasal dari satu bahasa induk (protobahasa atau prabahasa). Adapun hipotesis keteraturan, dimaksudkan bahwa rekonstruksi bahasa induk dengan mudah dilakukan karena diperkirakan adanya perubahan-perubahan bahasa yag bersifat teratur. Diasumsikan bahwa setiap (bentuk) buni dari suatu bahasa atau dialek akan berubah dengann cara yang sama pada tiap keadaan dan kejadian yang sama. Kenyataan di atas selain memungkinkan untuk dilakukan pengelompokan populasi manusia penutur bahasa (dialek) juga dapat dilakukan penelusuran keterhubungan satu dengan lainnya dalam mata rantai persebaran populasi etniis/subetnis.
Sebagai pencetus teori evolusi, Darwin menyatakan bahwa perkembangan ras-ras manusia dan diverifikasi bahasa adalah dua sisi dari sekeping mata uang yang sama. Pada suatu saat sebuah bahasa digunakan oleh seekelompok orang di dunia ini, kemudian kelompok tersebut terpecah mungkin karena masalah-masalah yang terkait dengan kesulitan bahan makanan, kependudukan, pemukiman, atau karena konflik sosial yang bersifat internal di tempat yang lama. Lama-kelamaan fisik dan juga bahasa dari kelompok-kelompok baru hasil pecahan itu menjadi berbeda. Apabila proses perpecahan lalu membentuk kelompok baru tersebut berlangsung berkali-kali, maka akan terbentuklah sebuah pohon keluarga ras dan bahasa. Selanjutnya, jika fakta-fakta bahasa mengindikasikan cara-cara kelompok yang terpecah-pecah ini menyebar keseluruh dunia, maka pola-pola penyebaran bahasa semestinya sama deengan pola penyebaran genetik manusia.
Dalam bidang genetika telah berhasil diidentifikasi unit-unit herediter yang ditransmisikan (diwariskan) dari satu generasi ke generasi berikutnya yang disebut dengan gen. Manusia memiliki seperangkat lengkap gen, yang disebut dengan genom. Gen ini menempati sebintik/sebuah bintik kecil yang disebut nucleus di dalam setiap sel. Tubuh manusia memiliki 100 triliyun sel yang kebanyakan berdiameter sepersepuluh millimeter. Sementara itu, di dalam nucleus terdapat dua perangkat lengkapa (sepasang x sepasang) genom manusia, kecuali dalam sel telur dan sperma yang masing-masing hanya memiliki seperangkat (sebelah pasang) dan sel darah merah yang tidak memilikinya.
Setiap genom terdiri atas sekitar 30.000-80.000 gen. Genom hadir dala paket yang berisis 23kromoson yang terpisah-pisah. Setiap kromoson bercerita tentang hal yang berbeda-beda. Ada cerita tentang kehidupan (kromosom 1), tentang sepsis (kromosom 2), tentang sejarah (kromosom 3), tentang takdir (kromosom 4), tentang lingkungan (kromosom 5), tentang kecerdasan (kromosom 6), tentang naluri (kromosom 7), tentang konflik (kromosom X dan Y), tentang mementingkan diri sendiri (kromoson 8), tentang penyakit (tentang kromoson 9), tentang stress (kromoson 10), tentang kepribadian (kromoson 11), tentang kemampuan merakit diri (kromosom 12), tenang persejarah (kromosom 13), tentang keabadian (kromoso 14), tentang seks (15), tentang memori (kromosom 16), tentang maut (kromosom 17), tentang penyembuhan (kromosom 18), tentang pencegahan (kromosom 19), tentang politing (kromosom 20), tentang eugenic (kromosom 21), dan tentang kehendak bebas (kromosom 22), lihat Ridley, 2005). Dengan demikian, genom sama dengan buku. Apabila buku ditulis pada halaman yang rata makagenom ditulis pada rantai-rantai panjang gula dan fosfatyang disebut melekul-melekul DNA tempat basa-basa melekat ke samping membentuk anak-anak tanga. Setiap kromoson adalah Sepasang melekul DNA yang sangat panjang. Keunggulan dari DNA ini adalah kemampuannya untuk menyalin untaian komplementer yang menghasilkan untai yang sama dengan yang asli. Jika urutan ACGT menjadi TGCA dalam salinan maka akan ditranskripkan kembali menjadi ACGTdalam salinan yang berasal dari salinan. Hal ini memungkinkan DNA mengalami replikasi tanpa batas dengan menyimpan informasi yang sama. Dengan demikian, DNA dapat menjadi instrument untuk mengelompokan dan menjejaki perjalanan historis populasi manusia.
Sejauh ini, kajian linguistik yang ditujukan untuk pengelompokan dan penelusuran keterhubungan satu dengan lainnya dalam mata rantai persebaran populasi manusia dilakukan dengan mengambil sampel penutur bahasa yang diduga masih banyak menyimpan unsur asli. Penutur yang masih banyak menyimpan unsur asli biasanya dianalogikan dengan penutur bahasa yang berada di daerah perdesaan, tidak berdekatan dengan perkotaan, mobilitas desa itu rendah yang ditandai dengan sulitnya sarana transportasi. Kondisi sampel semacam ini diharapkan masih banyak menyimpan unsur asli. Sementara itu, analisis genetika, sejauh ini tidak dilakukan atas dasar pembedaan sampel atas ciri kesamaan bahsa. Sampel darah biasanya dikumpulkan diperkotaandikumpulkan diperkotaan, padahal didaerah perotaan itu sangat terbuka bagi berlangsungnya perkawinan silang yang akhirnya berimbas pada terjadinya rekombinasi genetis. Akibat lebih lanjut, gen-gen yang mengalami rekombinasi itu tentu tidaklah mencerminkan unsur asli. Lebih jauh dari itu, sampel darah yang diambil di perkotaan dapat saja berasal dari etnis yang berbeda yang ditandai dengan pemakaian bahasa ibu yang berbeda.
Baca: Pengertian Analisis Kajian Linguistik
Oleh karena itu, dalam rangka membangun kolaborasi linguistic dengan genetika tersebut hal yang dapat disinergikan antarkedua disiplin ilmu itu adalah menyangkut aspek metodologis, khususnya dalam penentuan sampel penelitian, baik yang menyangkut sampel tempat pengambilan data kebahasaan maupun sampel tempat pengambilan data sera (darah). Dalam hal ini, genetika dapat meminjam prinsip-prinsip penyampelan dalam kajian linguistik diakronis.
Referensi
Mahsun. (2010). Genolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.