A. Pendekatan
Di dalam analisis bahasa kita kenal adanya tiga macam pendekatan, yaitu (1) pendekatan sinkronik, (2) pendekatan diakronik, (3) pendekatan pankronik.
1. Pendekatan Sinkronik
Analisis bahasa yang mendasarkan pada pendekatan menggunakan prinsip kesejamanan atau kesesaatan sebagai pegangannya. Dengan demikian cara kerjanya analisisnya dilakukan terhadap fenomena bahasa pada suatu saat tertentu. Unsur kesejarahan sama sekali tidak menjadi perhatian, bahkan cenderung untuk diabaikan begitu saja. Keunggulan pendekatan ini adalah segi keobjektifitasnya, sebab data yang dianalisis adalah benar-benar data yang nyata pada saat itu, data yang ada pada saat penelitian dilakukan. Tidak ada sama sekali data yang dimanipulasi atau data yang diada-adakan untuk mempermuda penyimpulan. Semboyan atau parodinya adalah “describe the facts, all the facts, and nothing but the fact”. Linguistik yang dihasilkan oleh model ini dinamakan “liguistik deskriptif”. Adapun kelemahan dari pendekatan ini adalah tidak terungkap latar belakang penggunaan bahasa yang dianalisis.
2. Pendekatan Diakronis
Analisis bahasa dengan pendekatan ini disebut juga analisis kesejarahan atau analisis ketidaksejamanan. Prosedur analisisnya dilakukan dengan jalan mengikuti dan menelusuri data bahasa dari zaman ke zaman, dari masa ke masa, atau dari waktu ke waktu. Telaah kebahasaan model ini melahirkan corak linguistic yang dinamakan “linguistic historis”. Keunggulan pendekatan ini adalah dapat terungkapnya dengan tuntas latar perkembangan dan kesejarahan bahasa yang dianalisis. Adupun kelemahannya adalah terletak pada kekurangobjektifannya. Data yang dianalisis kadang-kadang bahkan sering berupa data yang tidak ada dalam pemakaian nyata.
3. Pendekatan Pankronik
Pendekatan ini merupakan paduan antara pendekatan sinkronik dan pendekatan diakronik. Anilisis pankronik berupaya menelaah fenomena bahasa pada suatu saat perkembangan tertentu yang sekaligus dapat mengungkap latar belakang kesejarahannya. Sebagai contoh konkret adalah penelitian yang dilakukan oleh Labov terhadap bahasa Inggris di Amerika. Labov mengambil data bahasa pada saat itu dengan subjek dari berbagaistartifikasi usia, yakni usia di bawah 20 tahun, usia 20 tahun sampai dengan 30 tahun, usia 30 tahun sampai dengan 40 tahun, usia 40 tahun sampai dengan 50 tahun, usia 50 tahun sampai usia 60 tahun, dan usia 60 tahun ke atas. Hasilnya menunjukan bahwa bahasa yang dipakai oleh penutur yang berusia 60 tahun ke atas merupakan representasi bahasa masa lalu, bahasa yang dipakai oleh penutur 40 tahunan merupakan representasi pemakaian bahasa masa kini, dan pemakaian bahasa pada usia 20 tahun merupakan representasi pemakaian bahasa pada masa depan.
Dengan hasil itu dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa Inggris di Amerika pada kurun waktu menunjukan adanya perkembangan yang tampak pada perbedaan representasi penggunaan bahasa pada kelompok-kelompok umur tersebut. Jadi dengan demikianjelas penelitian Labov tersebut telah berhasil memadukan dua pendekatan menjadi satu, yang disebut model pendekatan “pankronik”.
B. Metode dan Teknik Analisis
1. Teori Einar Haugen
Haugen (dalam Sudaryanto, 1985: 2-4) mengemukakan adanya dua macam metode analsis bahasa, yakni metode padan dan metode distribusional. Metode padan adalah metode analisis bahasa yang alat ukurnya atau alat penentunya berada diluar struktur bahasa yang bersangkutan. Adapun metode distribusional adalah metode analisis bahasa yang alat ukurnya atau alat penentunya merupakan bagian dari bahasa itu sendiri.
a. Metode Padan
Berdasarkan alat penentunya, metode padan dapat dikelompokan menjadi beberapa submetode, yakni (1) submetode padan referensial, 92) submetode padan fonetikal, (3) submetode padan ortografi, (4) submetode padan translasional, dan (5) submetode padan pragmatik.
1). Submetode padan referensial
Submetode ini alat penentunya berupa kenyataan yang ditunjuk atau diacu oleh bahasa. Contoh penentu model ini misalnya “kata benda” diartikan sebagai “kata yang menunjukan pada benda-benda atau kata yang menyatakan benda:. Kata kerja adalah kata yang menyatakan suatu tindakan. kata sifat adalah kata yang menyatakan sifat suatu benda atau orang.
2). Submetode padan fonetikal
Submetode ini alat penentunya berupa bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Misalnya, kalimat adalah suatu konstruksi gramatikal yang tidak berkonstruksi dengan struktur lain; tidak berkonstruksinya dengan struktur lain tersebut ditandai oleh adanya lagu akhir. Contoh lain, kalimat Tanya adalah kalimat yang lagu akhirnya naik.
3). Submetode padan ortografik
Submetode ini alat penentunya berupa aturan penulisan atau ejaan. Misalnya, kalimat adalah struktur gramatik yang diawali dengan huruf capital dan diakhiri dengan titik. kalimat perintah adalah kalimat kalimat yang diakhiri dengan tanda seru. Kalimat Tanya adalah kalimat yang diakhiri dengan tanda Tanya. Bentuk di sebagai kata depan adalah bentuk bahasa yang penulisnya dipisahkan dengan kata yang mengikutinya, sedangkan awalan di- adalah bentuk bahasa yang penulisannya dirangkaikan dengan kata lain.
4). Submetode Translasional
Submetode ini alat penentunya berupapadanan pada bahasa lain. Misalnya, kata depan di dalam bahasa Indonesia, sama dengan ing dalam bahasa jawa, atau sama dengan in/at dalam bahasa Inggris.
5). Submetode pada pragmatik
Submetode ini alat penentunya berupa maksud yang dikehendaki oleh penutur. Misalnya, kalimat Tanya adalah kalimat yang memerlukan jawaban orang lain. Kalimat perintah adalah kalimat yang menghendaki seeseorang melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh penutur.
b. Metode padan distribusional
Berbeda dengan metode padan yang alat penentunya diluar bahasa yang bersangkutan; metode distribusional ini alat penentunya justru dari dalam bahasa itu sendirir, yakni yang teknik dasar analisis metode ini adalah teknik “bagi unsur langsung” (BULL). Teknik bagi unsur langsung ini meliputi berbagai teknik lanjutan sebagai berikut:
1). Delisi (pelepasan) | : a) pelepasan tunggal |
b) pelepasan berpasangan | |
2). Subtitusi (penggantian) | : a) subtitusi sama tataran |
b) subtitusi tuturan tataran | |
c) subtitusi naik tataran | |
3). Ekspansi (perluasan) | : a) ekspansi depan |
b) ekspansi belakang | |
4). Interupsi (penyisipan) | : a) interupsi pisah |
b) interupsi tambah | |
5). Permutasi (pembalikan) | : a) permutasi tunggal biasa |
b) perputasi tunggal loncat | |
c) permutasi ganda biasa | |
d) permutasi ganda loncat | |
6). Repetisi (pengulangan) | |
7). Parafrase |
2. Teori Hocket
Hocket mengemukakan tiga macam cara menganalisis bahasa, yakni: (a) words and padigm, (b) item and arrangement, dan (c) item and process (Matthew, 1978: 18).
a. Words and padigm (WP)
Analisis ini menggunakan dasar deretan paradigmatic sebagai alat untuk menetukan unsure bahasa. deretan paradigmatic adalah deretan struktur sejenis secara pertikal. Dengan deretan ini dapat ditetapkan unsur-unsur bahasa yang dicari, misalnya fonem, morfem, kata, frasa, klausan, kalimata, dan sebagainya.
b. Item and process (IA)
Analisis ini menggunakan landasan deretan sintagmatik sebagai alat untuk menentukan bentuk gramatik yang dicari. Deretan sitagmatik adalah deteran bentuk-bentuk gramatik secara horizontal untuk membentuk struktur yang lebih besar. Apabilah telah diketahui bahwa makna sibur adalah “mereka pergi” dan makna bur adalah “pergi”, maka dapat dipastikan bahwa bentuk si berarti “mereka”. hal ini dapat disimpulkan karena si dan bur merupakan deretan sintagmatik. Analisis AI in biasanya dipakai untuk melengkapi analisis WP sehingga kesimpulan akhir lebih cepat diperoleh. Jika hanya analisis WP secara murni saja yang dipakai, jalan ke kesimpulan akhir akan cukup panjang.
c. Item and process (IP)
Analisis ini menggunakan pendekatan proses. Pengertian proses di sisni dibedakan dengan prosede. proses adalah cara terjadinya suatu konstruksi gramatik secara diakronik, sedangkan prosede adalah cara terjadinya konstruksi gramatik secara sinkronik. Pembentukan kata berjalan yang berasal dari ber dan jalan pada dasarnya bukan “proses” morfologis melainkan “prosede” morfologis, sebab kejadian tersebut berupa peristiwa sinkronik (Uhlenbeck, 1982: 25).
Berdasarkan pendapat Uhlenbeck di atas, berarti selama ini telah terjadi salah kaprah yang kita anggap sebagai proses morfologis teryata bukan proses morfologis, melainkan prosede morfologis. Atau dengan kata lain kita tidak dapat membedakan konsep proses dan prosede.
3. Langkah-langkah analisis
a. Analisis data lengkap
cara analisis yang paling umum dilakukan setelah semua data terkumpul. Model ini merupakan cara analisis yang paling tradisional. Cara ini tidak mau tahu jika ada data yang masuk kemudian, walaupun data tersebut sahih dan terpercaya. Analisis seperti ini biasa dilakukan oleh peneliti yang tujuannya bukan mencari kebenaran secara otentik, akan tetapi semata-mata untuk mengejar target waktu. “biarlah penelian tidak terlalu bermutu, asalkan laporan dapat masuk tepat waktu”, itulah semboyan mereka. Berdasarkan semboyan itu maka cara kerja mereka selalu menggunakan jadwal yang harus diikuti secara ketat.
b. Analisis data terbuka
Langkah-langkah analisis model data terbuka ini dipelopori oleh Einar haugen. Cara yang ditempuh dalam menganalisis data bahasa tidak ditunggu sampai semua data terkumpul, akan tetap dimulai sejak awal. Berapapun data yang ada sudah dapat dianalisis dan diambil simpulan. Selanjutnya jika ada yang baru yang masuk, maka akan dianalisis lagi yang simpulannya barangkali akan mengubah simpulan pertama. Selanjutnya setelah simpulan kedua diperoleh dan ada data baru yang masuk, maka analisis diadakan lagi dan simpulannya barangkali akan berbeda dengan simpulan yang kedua. Demikian seterusnya. Pada dasarnya setiap ada data baru, maka aka nada analisis baru, dan ada simpulan baru. Semboyannya adalah “hadirnya data baru selalu mengubah kesimpulan” (Haugen, 1972: 262).
4. Data bahasa
Analisis data dalam arti latihan untuk membongkar struktur bahasa, pada dasarnya baru akan bermakna jika data bahasa yang dianalisis itu bukan data bahasanya sendiri (untuk kita bukan data bahasa Indonesia) atau bahasa yang sudah diketahui. Jika yang dianalisis berupa data bahasa Indonesia atau bahasa yang sudah diketahui, maka latihan itu nyaris tidak bermakna, sebab si penganalisis sudah mengerti struktur bahasa Indonesia sebelum Ia menganalisis. jadi yang terjadi bukannya latihan analisis bahasa, melainkan latihan mengingat-ingat struktur bahasa yang sudah diketahui.
Referensi
Soeparno. (2002). Dasar-dasar linguistic umum. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.