Penelitan ranah sosiolinguistik perlu memahami paradigma dan konsepnya, agar cakupan penelitianya benar – benar mengkaji fenomena bahsa yang ada di masyarakat (sosial) bukan pada kajian cakupan mikro linguistik seperti sintak, gramatikal, dan lainya.
1. Konsep dan paradigma penelitan sosiolinguistik
Kajian sosiolinguistik mengkaji bahasa hidup yang ada dimasyarakat sebagai paradigmanya. Bukan aspek gramatikal, karena tidak melibatkan masyrakat tuturnya, sehingga penelitan sosiolinguistik harus melibatkan manusia dan pemakainya atau bahasa dalam masyarakat tutur. Penelitan sosiolinguistik tidak boleh bisa pada kajian dialek perorangan (idieolek) karena idiolek bersifat hanya satu orang.
Baca: Pengertian Masyarakat Tutur dalam Sosiolinguistik
Objek penelitan sosiolinguistik, tidak bisa mengasumsikan masyarakat itu homongen, karena setiap kelompok manusia, bahkan individu berbeda (heterogen). Munculnya bahasa di masyarkat akan berbeda – beda, sehinggga sulilt hasil penelitian untuk digeneralisasikan terutama dalam lafal karena setiap wilayah memiliki cara pelafalan yang berbeda – beda.
Misal di Jawa mempunyai vocabuler yang mencerminkan bahasa Jawa karena dipengaruhi vocabuler bahasa Jawa. Kelompok dalam penerapanya agak sama, terlebih strata sosial yang ada di masyarakat. Masyarakat yang diteliti adalah masyarakat yang heterogen, sehingga tidak ada masyarkat yang monolingual (hanya memiliki 1 bahasa). Selain itu, pilihan kode bahasa itu menjadi bermacam – macam, ada yang ringkas, lengkap, dan ada yang formal, informal, santun, dan kasar. Misal, kode yang muncul di Gorontalo berbeda dengan yang ada di Jawa misal kata “beta” tidak dikenal di bahasa Jawa, orang jawa akan hanya tahu “beta” merupakan nama salah satu unsur dalam ilmu fisika
Dilihat dari genrenya berbeda misal SMS dengan bahasa sangat singkat, sementara novel dan wayang lebih panjang. Dilihat dari kesopanan, ada yang lucu, resmi, menyindir, kasar, dan halus. Bahkan ada bahasa dengan sistem silent (tidak berbunyi atau silent langauge), misal dalam Jawa saat orang berdiskusi atau sebuah penyataan mungkin lawan bicara tidak menjawab tetapi bermakna iya. Adapula istilah Tanggap Sasmita di Jawa yaitu memahami kondisi tuturan, sedangkan Tanggap Semu memahami kondisi tuturan dari eksprsi wajah dan gesture.
2. Dua asumsi pokok dalam penelitan sosiolingustik
Penejelasan tentang bahasa tidak memadai tanpa melibatkan unsur – unsur diluar bahasa. Tidak bisa hanya mengkaji dalam tubuh bahasa itu sendiri, misal melihat aspek kesalahan berbahasa harus melihat aspek sosialnya. Rancangan penelitian sosiolinguistik seharusnya kontekstual, tidak melihat wujud bahasa, tetapi juga harus melihat kontesktual misal dasar untuk menyalahan dan membenarkan suatu ujaran bahasa, sehingga variasi bahasa muncul adanya kesalahan berbahasa. Bahasa selalu mempuyai variasi, perlu dipahami masyarakat besifat heterogen , bukan homongen: pasti melibatkan aspek ekstra lingual, tidak bisa hanya sekedar intra lingual, sehingga subjek kajinya sosiolinguistik harus benar.
3. Dimensi penelitian sosiolinguistik
Terdapat tiga dimensi dalam penelitian sosiolinguistik yaitu dimensi pemerian, dimensi penjelasan, dan dimensi pengkodisian situasi. 1) Dimensi pemerian atau dimensi deskriptif (to describe the object) yaitu misal bahasa hanya yang digunakan oleh para pemimpin, misal pak harto menambahkan kata Ken misal pada kalimat “dimungkinken”. 2) Dimensi penjelasan atau dimensi eksplanatif (to explain the object) misal kenapa mereka mengggunakan bahasa Ken, karena pak Harto dari Jawa, maka menocba menguraikan dari bahasa yang terlihat. 3) Dimensi pengkondisian situasi (to situate the object within the contexts)
A. Dimensi deskriptif
Dimensi deskriptif adalah cara memaparkan dalam penelitian, sebagian besar menggunakn diskriptif yaitu mendiskripsikan data, yaitu melihat bahasa secara singkroinis, yaitu bahasa pada waktu diamati dalam kurun waktu tertentu. Pada prinsipnya hasil pengamatan bahasa dalam dimensi ini digambarkan secara objektif berdasarkan apa yang diihat (what you see) bukan seperti itu apa yang diharapkan (not what you expect to).
Hasil penelitian deskriptif seiring pula disebut etnografi (komunikasi atau berbicara). Dalam kaitan ini penelitan akan melihat sifat – sifat objek yang diamati, yaitu sifat umum bahasa (kemestaan/ universalitas), dan sifat khusus bahasa (kekhususan/ partikulasi)
Jenis disriptif ada dua paparan diskriptif dan dikriptif inferensi
- Paparan diskriptif itu menghasilkan semacam argumen atau pertanyaaan- pernyataan, hasil penelitian harus diuji dilihat dari penandanya, misal tipe kesantunan dilihat dari cirinya panjang, pelan, singkat, dan lain – lain.
- Diskriptif inferensi, yaitu menjelaskan diskripsif pada bagian – bagian lebih mendetail.
Dalam penelitan harus menggunakan referensi (rujukan) silang dari journal, penelitian, artikel tidak bisa saja sekedar paparan diskriptif. Seberapa kuat teori penelitian dengan pustaka – pustaka baru yaitu dari journal yang terbaru untuk mendkuung peryataan penelitan.
B. Dimensi eksplantif
Dimensi eksplanasi sebagai penjelasan berupa bukti dari sebuhah (hasil penelitian). Dimensi ekplanasi melihat bahasa tidak pada yang dilihat, tetapi lebih dari itu. Dalam dimensi ini, penelitian berusaha menjelaskan mengapa objek yang diamati demikian faktanya, penelitian harus menjelaskan sebab – akibat (lantaran – tujuan) mengapa objek itu tampak demikian.
C. Dimensi pengkondisian situasi
1. Aspek temporal
Temproral menyangkut waktu kosmis. Pertama, ketika sebuah objek diamati, objek itu bisa dilihat dari relaitas waktu kosmis yang bergulir dari waktu lampau, kekinian, dan masa datang. Untuk kasus permafaan, orang bisa meminta maaf karena peristiwa yang telah terjadi (misal: maaf kemaren saya lupa), atau kerena peristiwa kekinian (maaf numpang tanya), dan karena paristiwa yang akan terjadi, dari aspek kosmis semacam ini, penelitan bisa mengakategorisasi waktu lokasi penelitan.
Temproal biologis, yaitu berdasarkan perkembangan waktu yang dijalani manusia, dari balita, anak- anak, remaja, dewasa, orang tua, dan lansia. Ketika orang mengamati pemakaian kelompok penutur balita, bahasa akan dijelaskan berdasarkan kontkes watu biologis.
2. Aspek lokatif
Aspek lokasi suatu penelitan diadakan
3. Aspek material
Aspek material misal cerpen, novel, atau tuturan di lapangan