Setiap manusia memiliki jiwa atau bakat sastra dalam dirinya, namun semua itu kembali kepada diri masing-masing untuk cenderung kearah jenis sastra yang mana.
Sastra memang sebuah karya buah pikiran atau imajinasi yang bisa diekspresikan dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Banyak orang yang masih kesulitan dalam mengasah potensi sastra dalam diri karena tidak pandai menulis ataupun tidak pandai menggunakan lisan.
Hal ini karena dipengaruhi oleh faktor diri sendiri dan lingkungan sehingga tidak mampu mengapresiasikan potensi sastra dalam diri.
Faktor Diri Sendiri
Malas membaca menjadi kendala setiap orang dalam menumbuhkembangkan potensi sastra dalam diri terutama dalam membaca tulisan sastra.
Bagaimanapun jika kita ingin menjadi orang yang ahli dalam bidang penulisan, maka gemar membaca menjadi keharusan setiap penulis.
Selain itu faktor kurang percaya diri juga menjadi penghambat utama untuk bisa melahirkan karya sastra baik melalui lisan atau tulisan.
Sikap percaya diri harus dipupuk terus menerus agar bisa memiliki semangat dalam berjuang untuk mengeluarkan bakat sastra yang ada dalam diri.
Mengenali diri sendiri memang mutlak diperlukan sehingga bisa mengetahui potensi dan bakat diri tentang bidang sastra yang sesuai.
Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecenderungan pada salah satu bidang sastra tertentu dan itulah potensi sastra yang cocok bagi diri sendiri.
Sikap mudah menyerah memang harus dibuang jauh-jauh dari pikiran karena hal ini akan membuat pikiran kita sulit untuk berkembang.
Sikap pantang menyerah akan membuat pikiran ikut bekerja untuk berpikir mencarikan solusi dari setiap persoalan dalam membuat karya sastra.
Faktor Lingkungan
Kurangnya pembinaan dalam sekolah memang menjadi kendala bagi para pelajar yang tertarik dalam dunia sastra.
Pengadaan buku-buku sastra dan lomba seni untuk menguji kemampuan siswa memang menjadi salah satu jalan bagi para siswa untuk mengasah potensi sastra pelajar.
Sekolah sebagai pusat pembelajaran memang menjadi faktor utama yang bisa mengarahkan kemampuan sastra bagi para siswa.
Para guru setidaknya memiliki sensor terhadap siswa ketika memberikan tugas untuk membuat berbagai karya sastra seperti menulis cerpen, puisi atau prosa.
Keluarga juga menjadi salah satu kendala, karena jika orangtua adalah seorang sastrawan, maka akan banyak buku yang bisa dibaca.
Jika orangtua atau famili bukan dari kalangan sastrawan, maka sarana pendukung didalam rumah tentunya kurang memadai dan jadi hambatan.
Pergaulan dengan teman-teman yang tidak memiliki minat dalam dunia sastra juga bisa menjadi ganjalan karena jalan pikiran akan keluar dari bidang sastra.
Setidaknya memiliki 5 orang yang memiliki minat dalam bidang sastra karena hal itu yang akan membantu menggali potensi sastra.
Seorang sastrawan terkemuka Indonesia bapak Taufik Ismail tidak memiliki gelar pendidikan dalam bidang sastra.
Beliau memiliki minat dalam bidang sastra dan orangtuanya seorang wartawan sehingga bisa memiliki sarana pendukung yang kuat untuk sukses dalam bidang sastra.
Referensi
ikfaiz.wordpress.com/2009/11/04/sastra-sebagai-refleksi-kemanusiaan/