Gejala Bahasa merupakan peristiwa yang menimbulkan terjadinya penyimpangan dari aturan-aturan bahasa. Badudu (1982) menyatakan bahwa gejala bahasa adalah peristiwa yang berhubungan dengan bentukan kata atau kalimat dengan segala macam proses pembentukannya. Gejala bahasa yang menyebabkan kesalahan umum berbahasa timbul karena bahasa yang terus berkembang.
Macam-Macam Gejala Bahasa
Budiman (1987) mengungkapkan beberapa macam gejala bahasa, antara lain:
- Gejala asimilasi: gejala perubahan penyesuaian dari fonem yang berbeda menjadi sama.
Contoh: al + salam menjadi assalam. - Gejala disimilasi: gejala perubahan fonem dari fonem yang sama menjadi berbeda.
Contoh: ber + kerja menjadi bekerja, lauk-lauk menjadi lauk-pauk - Gejala adaptasi: gejala penyesuaian bahasa asing dengan bahasa Indonesia.
Contoh: prakara menjadi perkara - Gejala kontaminasi: gejala penggabungan bentuk bahasa yang asalnya sudah betul menjadi salah.
Contoh: di tepi pantai seharusnya di pantai, musnah seharusnya musna atau punah - Gejala diftongisasi: gejala perubahan vokal tunggal menjadi vokal rangkap.
Contoh: sentosa menjadi sentausa - Gejala monoftongisasi: gejala perubahan vokal rangkap menjadi vokal tunggal.
Contoh: gulai menjadi gule, satai menjadi sate - Gejala konstruksi: gejala pembentukan kata dari dua buah kata atau lebih menjadi satu kata.
Contoh: bagai ini menjadi begini, bagai itu menjadi begitu - Gejala kontraksi: gejala pemendekan kata dari kata yang lebih panjang menjadi kata yang lebih pendek.
Contoh: peliharaan menjadi piaraan - Gejala reduplikasi: gejala pengulangan suku kata terdepan .
Contoh: seorang-seorang menjadi seseorang, tamu-tamu menjadi tetamu - Gejala aferesis: gejala pengurangan fonem yang terdapat pada awal kata.
Contoh: ibu menjadi bu, mudik menjadi udik - Gejala sinkop: gejala pengurangan fonem yang terdapat pada tengah kata.
Contoh: tammat menjadi tamat, pelihara menjadi piara - Gejala apokop: gejala pengurangan fonem yang terdapat pada akhir kata.
Contoh: pelangit menjadi pelangi, sikut menjadi siku - Gejala haplologi: gejala pengurangan suku kata yang terdapat pada tengah kata.
Contoh: sahaya menjadi saya, baharu menjadi baru - Gejala paragog: gejala penambahan fonem yang terdapat pada akhir kata.
Contoh: bapa menjadi bapak, pen menjadi pena - Gejala apentesis: gejala penambahan fonem yang terdapat pada tengah kata.
Contoh: pucak menjadi puncak, kapak menjadi kampak - Gejala protesis: gejala penambahan fonem yang terdapat pada awal kata.
Contoh: mas menjadi emas, bom menjadi ebom - Gejala anaptiksis: gejala penambahan vokal /e/ pada sebuah kata.
Contoh: sutra menjadi sutera, putra menjadi putera - Gejala krosis: gejala penggantian vokal /a/ menjadi vokal /e/ pada sebuah kata.
Contoh: benar menjadi bener, putar menjadi puter - Gejala metatesis: gejala pertukaran fonem pada sebuah kata.
Contoh: sapu menjadi usap, palsu menjadi sulap - Gejala analogi: gejala pembentukan kata dengan mengikuti contoh yang sudah ada.
Contoh: dari dewa-dewi kemudian muncul siswa-siswi, pemuda-pemudi - Gejala hiperkorek: gejala pembentukan kata yang sudah benar namun masih dibenarkan lagi sehingga justru menjadi salah.
Contoh: asas menjadi azas, saraf menjadi syaraf - Gejala bunyi antara: gejala penambahan fonem di antara dua vokal yang tidak sama.
Contoh: setiap diucapkan seti(y)ap, mertua diucapkan mertu(w)a - Gejala pleonase: gejala pemakaian kata yang berlebihan.
Contoh: Beliau naik ke atas tangga itu, seharusnya Beliau naik ke tangga itu
Baca: Strategi Pemerolehan Bahasa
Referensi
- Budiman, Sumiati. 1987. Sari Tata Bahasa Indonesia. Klaten: PT. Intan Pariwara.
- Yowono, Hanifah Rendra. 2012. Analisis Gejala Bahasa pada Karangan Deskripsi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Sawit. Diakses dari: http://eprints.ums.ac.id/19551/22/NASKAH_PUBLIKASI.pdf