A. Pendahuluan
Desain kurikulum menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horisontal dan vertikal. Dimensi horisontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Susunan lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya. Dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasrkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju pada yang lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar diteruskan dengan yang lanjutan.
Desain Kurikulum secara terperinci tentang komponen yang harus ada pada setiap kurikulum dan desain kurikulum yang dapat digunankan untuk proses pembelajaran. Wacana tersebut menyebutkan bahwa dalam kurikulum itu terdapat beberapa komponen, diantaranya adalah tujuan kurikulum, bahan ajar atau materi atau isi dari kurikulum tersebut, strategi mengajar atau metode mengajar, media mengajar dan evaluasi pengajaran serta penyempurnaan pengajaran. Komponen-komponen tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Setiap komponen mempunyai isi yang sangat penting sekali bagi kelangsungan kurikulum. Jadi, desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsip-prinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaannya.
B. Tujuan, Bahan Ajar dan Tahapan
Tujuan meruakan bagian dari proses penyusunan kurikulum ini adalah membuat sebuah daftar dari item-item untuk mengajar sesuai dengan yang mereka akan diajarkan. Bahan ajar dan tahapan harus mempertimbangkan lingkungan di mana saja akan digunakan, kebutuhan pemelajar, prinsip-prinsip pengajaran dan pembelajaran. Berikut ini adalah beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain kurikulum:
LINGKUNGAN
1. Pembelajar
1. Pembelajar
a. Ide-ide dalam kelas harus membantu pembelajaran di kelas
b. Ide-ide dalam kelas harus sesuai dengan usia pemelajar
c. Bahan ajar harus mempertimbangkan apa yang pemelajar inginkan dalam pelajaran bahasa Inggris
d. Tahapan dari bahan ajar harus memungkinkan beberapa pemelajar tidak hadir dalam beberapa kali pertemuan (pelajaran).
2. Para Guru
Bahasa dalam kelas harus dapat ditirukan dan dipahami oleh guru.
3. Situasi
a. Jumlah pelajaran dalam kelas harus sesuai dengan tahun ajaran sekolah;
b. Ide-ide dalam kelas harus meningkatkan daya serap dan kemanfaatan di luar kelas.
KEBUTUHAN
1. Kekurangan (Lacks)
Bahas ajar harus sesuai dengan tingkat kemahiran dari pemelajar.
2. Keinginan (Wants)
Bahan ajar harus memperhatikan apa yang pemelajar inginkan.
3. Kebutuhan (Necessities)
Bahan ajar harusnya adalah apa yang pemelajar butuhkan.
C. Tujuan dan bahan ajar
Tujuan dari pelajaran bahasa dapat fokus pada satu atau lebih dari hal-hal di bawah: Bahasa, Gagasan-gagasan, Keterampilan-keterampilan atau Teks/Bacaan. Hal itu memungkinkan untuk merencanakan atau mengevaluasi bahan ajar dari pembelajaran dengan melihat pada masing-masing empat hal tersebut. Di dalam empat hal tersebut, harus memilih apa yang telah dibuat dengan menandai unit-unit untuk perencanaan dan pengecekan dari sebuah pembelajaran. Sebagai contoh, dalam lingkup bahasa, unit-unit mungkin dapat didasarkan pada kosakata (sebagaimana dalam Advanced English Vocabulary oleh Helen Barnard), bentuk-bentuk kata kerja dan pola-pola kata kerja (sebagaimana dalam 101 Substutution Tables oleh H. V. George), pola-pola kalimat (sebagaimana dalam English 901 oleh P. Stevens), atau fungsi-fungsi bahasa (sebagaimana dalam Orbit oleh J. Harrison dan P. Menzies). Biasanya sebuah gabungan dari unit-unit bahasa yang digunakan.
Bahkan jika pemilihan bahan ajar untuk sebuah pembelajaran harus didasarkan pada topik-topik, tema-tema atau situasi, hal tersebut berguna untuk mengecek dan melihat apakah item-item bahasa yang dipilih adalah satu yang paling berguna. Menjadikan masuk akal, keputusan yang tepat dan baik tentang bahan ajar adalah satu bagian yang paling penting dari penyusunan kurikulum.
D. Unit Progession
Units Progression dalam sebuah pembelajaran adalah item-item yang digunakan untuk mengukur tingkat perkembangan dari pembelajaran. Sebagai contoh, jika poin awal dari sebuah pembelajaran adalah item-item bahasa dan khususnya kosakata, unit-unit perkembangannya akan bisa berupa kata-kata, dan pada sebuah titik level, peringkat-peringkat frekuensi kata yang mana sama dengan yang digunakan dalam tingkatan peringkat dari para pembaca. Sama dengan daftar kata ilmiah (akademik) yang ditampilkan dalam sepuluh sub-daftar peringkat dari yang sangat sering hingga ke yang jarang (Coxhead, 2000). Jika poin awal dari sebuah pembelajaran adalah topik-topik, maka unit-unit perkembangannya akan topik-topik juga dengan perkembangan melalui pembelajaran yang ditandai oleh sebuah peningkatan jumlah topik yang dicakup. Long dan Crookes (1993: 9-19) menyebut unit-unit perkembangan adalah “unit analisis” dan berpendapat bahwa pemilihan unit analisis seharusnya menjadi satu dari poin awal dari penyusunan kurikulum. Harden dan White (2006) mengembangkan perbedaan jenis-jenis dari perkembangan dari sebuah perspektif sejarah, mencatat bahwa “gagasan tentang perkembangan telah mengalami perubahan yang luar biasa sepanjang sejarah metodologi pengajaran bahasa asing (2006:11).
E. Apa Yang Akan Digunakan Untuk Unit Progression?
Units progression dapat digunakan untuk sebuah tujuan:
1. Dapat digunakan untuk mengatur target-target dan jalur-jalur dari target-target tersebut.
2. Dapat digunakan untuk memeriksa kecukupan dari penyeleksian dan pemesanan dalam sebuah pembelajaran.
3. Dapat digunakan untuk memantau dan melaporkan perkembangan dan prestasi pemelajar dalam dalam pembelajaran.
Tabel dari unit progression
F. Silabus Berbasis Tugas
Dengan pergeseran ke pengajaran bahasa komunikatif pada tahun 1970 ada peningkatan penekanan pada penggunaan bahasa untuk menyampaikan pesan, dan sebagai sebuah perhatian peningkatan hasil yang telah diberikan yakni penggunaan tugas di kelas. Realitas bahwa banyak disebut pembelajarn bahasa komunikatif masih sebagian besar didasarkan atas urutan bentuk-bentuk bahasa yang pada gilirannya secara umun menghasilkan ketertarikan dalam berbasis-tugas, daripada dukungan-tugas, silabus. Penerbitan eksperimen dengan silabus berbasis tugas sebagian besar dimulai dengan karya Prabhu (1987), dan ketertarikan dalam jenis silabus ini mungkin sebuah hasil dari hubungan-hubungan dimana guru dan penyusun kurikulum melihat antara pendekatan ini dan aktivitas mengajar dan perencanaan mereka sendiri. Semua sama, penggunaan silabus berbasis tugas memberi pengecualian daripada aturan, meskipun tugas itu sendiri telah banyak digunakan.
G. Pengurutan Isi Di Dalam Pemlajaran
Pelajaran atau unit-unit dari sebuah pembelajaran dapat dicocokan secara bersama dalam sebuah jenis cara. Dua pembagian utama yaitu apakah materi dalam satu pelajaran tergantung pada pembelajaran yang telah terjadi dalam pelajaran sebelumnya (perkembangan linear) atau apakah setiap pelajaran terpisah dari yang lain sehingga pelajaran dapat dilakukan dalam urutan apapun dan tidak perlu semua dilakukan (pengaturan modular).
H. Pengurutan pendekatan linier
Kebanyakan pembelajaran bahasa melibatkan pengembangan linear, dimulai dengan item sederhana yang mempersiapkan item-item yang lebih kompleks. Seperti sebuah pengembangan memiliki kelemahan yang tidak mudah memperhitungkan absensi, pemelajar dengan berbagai gaya dan kecepatan belajar, dan kebutuhan akan bahan daur ulang. Jenis terburuk dari perkembangan linier mengasumsikan bahwa sebuah item hanya disajikan sekali dalam pelajaran, hal tersebut telah dipelajari dan tidak perlu fokus revisinya. Pandangan ini tidak setuju dengan temuan penelitian tentang memori (Baddeley, 1990) dan ada variasi progresi linier yang mencoba untuk memperhitungkan kebutuhan untuk pengulangan. Ini termasuk kurikulum spiral, model matriks, Pendekatan urutan pada unit revisi dan lapangan.
1. Penggiat yang paling baik dari sebuah kurikulum spiral adalah Bruner (1962). Pengembangan sebuah kurikulum spiral meliputi pemutusan tentang item-item utama yang dicakup, dan kemudian memasukkannya dalam beberapa kali dalam sebuah periode waktu peringkat tingkatan secara detail.
Jika kita mengaplikasikan model ini untuk sebuah kurikulum bahasa, kelompok-kelompok materi akan dapat seperti:
(a) Pengaturan-pengaturan leksikal atau bagian kosakata dengan frekuensi jumlah yang lebih sedikit muncul dalam spiral;
(b) Frekuensi yang tinggi yakni pola-pola tata bahasa dan penggabungannya serta kemunculan penggabungannya kemudian dalam spiral;
(c) Kelompok-kelompok fungsi-fungsi bahasa dengan cara-cara pilihan yang kurang bermanfaat terhadap pengungkapan fungsi yang kemudian ada dalam spiral;
(d) Genre-genre dengan contoh-contoh yang panjang dan lebih kompleks dari genre yang muncul kemudian dalam spiral.
2. Sebuah Model Matrikx (Tabel 5.4) adalah agak mirip dengan kurikulum spiral, perbedaan utamanya adalah adanya perubahan ketika pertemuan materi lama dengan satu materi pengembangan dan lebih kompleks. Dalam sebuah model matriks sebuah unit perkembangan adalah secara sistematik bervariasi terhadap yang lain, sehingga item-item yang sama bertemu dengan konteks yang berbeda. Sebagai contoh, item-item tata bahasa yang sama difokuskan pada berbagai topik. Kecocokan alternatif dapat meliputi item-item dan fungsi-fungsi tata bahasa, kosakata dan genre, serta kosakata dengan item tata bahasa.
3. Unit-Unit Revisi pada titik tertentu dalam perkembangan, waktu dihabiskan untuk merevisi materi yang sebelumnya didapatkan. Logikanya, relatif jumlah waktu yang diberikan untuk merevisi seharusnya meningkat sebagaimana perkembangan pelatihan. Hal ini disebabkan akan terdapat peningkatan lebih banyak materi yang akan direvisi dan materi-materi membutuhkan beberapa waktu untuk direvisi tidak hanya sekali. Idealnya, kegiatan revisi seharusnya dilakukan lebih dari hanya mengulang pertemuan item-item yang lalu tetapi seharusnya memperkaya materi tersebut.
4. Dalam sebuah pendekatan lapangan, item-item yang dicakup adalah diputuskan kemudian pemelajar dapat mulai dengan materi dimana saja dan berakhir dimana saja selama materi tersebut dibahas. Pendekatan lapangan mengurutkan materi meliputi: (1) pemutusan item-item apa yang membutuhkan dibahas seperti yang ada di lapangan; (2) penyiapan berbagai kesempatan untuk bertemu dengan item-item tersebut; (3) pemeriksaan bahwa setiap item penting akan bertemu pada waktu yang tepat. Jika pendekatan ini dilakukan untuk kosakata pada sebuah pelatihan berbicara, maka jumlah kegiatan banyak disusun dengan menggunakan kosakata yang dibutuhkan sebagai bagian dari input kegiatan-kegiatan menulis.
I. Sebuah Pendekatan Modul untuk Tahapan
Kita telah melihat pendekatan linear untuk tahapan dan cara-cara memastikan pengulangan dalan sebuah pendekatan linear. Pendekatan jenis utama yang kedua adalah pendekatan modul, membagi sebuah pelatihan dalam unit-unit linear yang tidak bebas. Unit-unit ini mungkin bagian dari pelajaran, pelajaran atau kelompok-kelompok pelajaran. Setiap unit atau modul adalah lengkap tentang unitnya tersebut dan bukan berasal dari modul-modul sebelumnya.
Dalam pelatihan bahasa dapat dibagi dalam modul-modul dan beberapa cara. Modul-modul dapat berupa berbasis keterampilan dengan modul berbeda untuk menyimak, berbicara, membaca dan menulis, serta sub-sub keterampilan dari keterampilan yang besar tersebut.
J. Kesimpulan
Para guru pengajar harus menjelaskan tujuan dari pembelajaran yang mereka akan lakukan dalam kelas. Kemudian mentukan unit perkembangan untuk pelajaran. Serta harus memilih dan mengurutkan bahan ajar pembelajaran. dan yang terakhir adalah memeriksa bahan ajar dari daftar item-item lainnya untuk memastikan cakupan materinya.
Referensi
- Adaskou, K., Britten, D., dan Fahsi, B. (1990). Design decisions on the cultural content of a secondary english course for morocco. ELT Journal. 44, 1: 3-1.
- Baddeley, A. (1990). Human memory. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.
- Biber, D. (1990). A typology of English texts. Lingusitics 27: 3-43.
- Bloom, B. S. (1956). Taxonomy of educational objectives. Book 1: Cognitive Domain. London: Longman.
- Brown, J.D. (1978). Understanding spoken language. TESOL. Quarterly 12, 3: 271-283.
- Brown, J.D. (1995). The elements of language curriculum. New York: Newbury House.
- Cook, V.J. (1983). What should language teaching be about? ELT Journal 37, 3:229-234.
- Coxhead, A. (2000). A new akademic word list. TESOL Quarterly 34, 2:213-238.
- Harden dan White. (2006). Introduction. In Harden et al.
- Long, M. H dan Crookes, G. (1993). Three approaches to task-based syllabus design. TESOL. Quartely 26, 1: 27-56.
- Prabhu, N.S. (1989). Second language pedagogy. Oxford: Oxford University Press