Kaidah Bahasa dan Warna Kebahasaan

Posted on
Benarkah pendapat yang mengatakan bahwa kaidah bahasa disusun untuk menyeragamkan pemakaian? Kalau benar demikian, bukankah penyeregaman bahasa yang semacam itu merupakan pengingkaran terhadap fakta keberagaman? Cara berbahasa seseorang menunjukan pribadi orang bersangkutan, dapatkan pepatah ini diterangkan secara linguistik? Demikian persoalan bahasa.
Pertama Perlu dijelaskan kaidah-kaidah kebahasaan yang dipakai sekarang pada awal mulanya adalah hasil dari sederetan penelitian di dalam bidang bahasa. Selain merupakan hasil penelitian, aturan-aturan kebahasaan juga merupakan hasil pemikiran Begawan-begawan linguistic yang dalam kesehariannya bergelut dengan bahasa secara amat mendalam. Ketika hasil temuan peneiti dan hasil pemkiran para begawan linguistik diformalisasikan menjadi pedoman resmi, jadilah kaidah-kaidah kebahasaan tersebut dianggap sebagai ketentuan-ketentuan mengikat yang sifatnya mengatur.ka, aturan-aturan kebahasaan tersebut lalu berlaku mengikat, sehingga Perlu disepakati bersama setiap warga masyarakat bahasa bersankutan. Jadi, sebagai sosok pedoman, kaidah-kaidah kebahasaan tidak pertama-tama dimaksudkan sebagai apparatus penyeragaman. Lebih dari itu, kaidah-kaidah kebahasaan diciptakan untuk digunakan sebagai dasar acuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan bahasa. Teman kaidah-kaidah kebahasaan juga ddipakai sebagai pijakan melangkah lebih lanjut dalam membuat inovasi-inovasi kebahasaan lanjutan.
Berkaitan erat dengan ini, tidaklah aneh kalau pada zaman dahulu orang-orang dari daratan Eropa yang datang ke Indonesia demi misi religi mereka terlebih dahulu mempelajari dan meneliti bahasa dari masyarakatan sasaran. Tidak aneh pula jika kemudian jika pakar bahasa-bahasa Daerah yang tersebar diberbagai wilayah Nusantara itu justru ditempati oleh mereka yang datang dari daratan Eropa itu.Derap langkah linguitik kita juga terbukti banyak diawali oleh para pakar yang berasal dari negeri seberang itu, bukan didominasi oleh putera-putera daerah kita sendiri kendatipun mereka sudah lama menggunakan bahasa mereka dalam hidup keseharian. Setelah diformalisasikan, kaidah-kaidah kebahasaan digunakan sebagai sebagai dasar acuan bagi pemakaian bahasa di dalam keseharian, sesuai dengan ranah-ranah kebahasaan yang sasarannya telah ditentukan. Bagi sejumlah pakar. temuan-temuan yang dibakukan tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk melangkah membuat temuan-temuan linguistic lanjutan. Jadi, jelas, kaidah-kaidah kebahasaan itu semuanya disusun awalnya bukan untuk tujuan uniformasi atau penyeragaman. Terlebih-lebih lagi, penyeragaman dalam pengertian penghindaran terhadap fakta keanekaragaman bahasa dengan aneka macam latar belakang sosiokulturalnya. Ketika temuan kaidah-kaidah kebahasaan diformalisassikan, tidak dengan serta erta bidang-bidang yang belum dibakukan itu semuanya ditendang untuk disingkirkan. Secara sosiolinguistik, ragam-ragam bahasa selain variasi yang dibakukan, tetap saja dibiarkan terus digunakan dan dipersilahkan berkembang dalam lingkup hidupnya sendiri secara wajaar proporsional. Bertautan denngan fakta kebahasaan ini, lihatlah perkembangan pemakaian bahasa gaul, keberadaan bahasa anak remaja, dialek-dialek daerah, dialek-dialek profesi, juga idiolek-idiolek khas yang dimiliki seseorang, semuanya tetap dibiarkan hidup dan bebas berkembang dalam lingkup dan wadahnya sendiri. Terlebih-lebih lagi, jika para pengguna bahasa sepenuhnya telah menyadari bahwa mereka mereka tidak akan membuat pencampuradukan di dalam praktik kebahasaan.
Terakhir, sangatlah benar jika dikatakan bahwa warna bahasa dan cara-cara berbahasa dari seseorang akan dapat menunjukan pribadi orang yang bersangkutan. Bahkan, tidak hanya sebatas itu saja, warna bahasa dan cara berbahasaseseorang juga akan menunjukan identitas atau jati dirinya secara tepat dan sulit tersangkalkan. Dengan perkataan lain, idiolek yang dimiliki orang tertentu pasti akan menunjukan siapakah sesungguhnya identitas sipemilik varisi atau ragam bahasa itu. Memang, kaidah-kaidah kebahasaan dapat saja diberlakukan secara sama dan seragam, tetapi warna bahasa dan cara berbahasa dari seseorang tetap tidak akan dapat dipaksakan untuk selalu dianggap sama dan seragam. Jadi, sesungguhnya, idiolek yang dimiliki seseorang selalu akan berlainan. Fakta kebahasaan ini juga sekaligus menunjukan karakter dan pribadi seseoarang pastisangat variatif dan bermacam-macam. Orang yang suka beramah-ramah, misalnya saja, akan jelas kelihatan dari kekhasan warna bahasa dan idioleknya yag juga akan menunjukan kkeramahannya. Sebaliknya, orang yang suka marah-marah akan kelihatan sangat jelas dari idioleknya yang mengisyaratkan nuansa ketegangan dan aroma kekakuan. Bahkan, sangat dimungkinkan pula, aroma-aroma kekakuan dan ketegangan itu akan mecuat di dalam bent uk-bentuk yang dapat membangkitkan kemarahan sekaligus kketakutan. Tingkat kesopanan atau kesantutan berbahasa dari seseorang juga dapat diketahui dari warna bahasa dan cara berbahasa orang yang bersangkutan. Idiolek memang pada hakikatnya dapat digunakan sebagai indikator penentu karakter kebahasaan sekaligus sebagai gambaran kepribadian seseorang.

Baca: Pengertian dan Contoh Bahasa, Dialek, Idiolek, Pidgin dan Kreol

Referensi
Rahardi, Kunjana. (2006). Dimensi-dimensi kebahasaan: aneka masalah bahasa Indonesia terkini. Yogyakarta: Erlangga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *