Foreign Language Anxiety in In-Class Speaking Activities, Rangkuman Materi

Posted on
pixabay.com/id/users/pexels-2286921

Rangkuman tetang speaking anxiety oleh Occhipinti (2009) yang merupakan bagian dari penelitan kecemasan dalam pembelajaran bahasa. Lihat di Creating low anxiety classroom environment

Introduction

  • Alasan membahas speaking anxiety: Young, 1990, p. 539. Speaking foreign language seringkali menjadi bagian yang paling mencemaskan students.
  • Salah satu penyebab yang paling utama dam mendorong foreign language adalah speaking (Horwitz et al., 1986; Ely, 1986; Young, 1990; Price, 1991; Aida, 1994).
  • Solution: bersahabat, with a good sense of humor, memberikan kesempatan bekerja sama dalam kelompok kecil, dan praktek foreign language yang membuat learner nyaman dan dengan sukarela berparitsipasi dalam praktek tersebut.
  • Guru dan murid harus menyadari dalma peningkatan kemampuan foreign language dengan membuat kondisi yang positif dan leaning process.
  • Dalam speaking sebaiknya. Fluency, correctly dan even in short time is evident
  • Speaking memiliki factor intrinsic antara lain: intonation, pronounciation, fluency yang penint bagi learner dalam belajar foreign language.
  • Dalam pembelajaran bahasa bagaimana belajar grammar, pronounciation, memorization of new words, akan tetapi harusnya lebih pada keberanian mengambil resiko dan membuat kesalahan in front of other people.
  • Pembelajaran bahasa dari sisi learner mencakup aspek umur (Lennberg, 1971), mother tongue, general ability, affective factors like motivation and anxiety (Kleinmann, 1977; Ely, 1986; Horwitz, Horwitz & Cope, 1986; MacIntyre & Gardner, 1991a; Price, 1991; Phillips, 1992; Aida, 1994).
  • Murid dengan kecemasan yang paling tinggi kurang memiliki kecapakan dalam speech skills (Bailey, 1983, p. 68)
  • Dalam oral test, learner dilaporkan menjadi “going blank” atau feeling tense. (Philips, 1992)

Literature review

1. Foreign language anxiety

Berbicara dalam bahasa asing sekarang ini telah menjadi kebutuhan, dimana seorang speaker di haruskan dapat berbicara dalam bahasa asing untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain dalam urusan bisnis, pendidikan dan lainya. 
Sedangkan seorang learner dituntut untuk bisa berbicara dengan lancar padahal bahasa tersebut berbeda tengan bahasa ibu. 
Begitu juga pada kelas trilingual yang mengharuskan siswa untuk dapat berbicara bahasa inggris dan bahasa arab dengan lancar. 
Sehingga interaksi kegitan belajar mengajar dengan bahasa tersebut dapat berjalan lancar dan materi yang disampaikan dengan baik.
Unsur –unsur intrinsic yang mencakup dalam berbahasa diantaranya adalah intonsasi, kelancaran.
a. Foreign language anxiety in early studies
  • Pada awal study tentng foreign language anxiety dilakukan pada tahun 1970s, para peneliti mengalmai kesulitan karena temuan mereka yang tidak consistent karena anxiety berkaitan sekali dengan emosional dan psikology.
  • Kemudian, correlation between foreign language anxiety and proficiency dilakukan oleh (Chastain, 1975; Kleinmann, 1977; Scovel, 1978)
  • Bailey, 1983: 68 menyatakan bahwa siswa yang paling cemas adalah mereka yang kurang mahir dalam speaking.
  • Tidak semua peneliti bahasa menyebutnya anxiety akan tetapi sebagain peneliti seperty Terrell menyebutnya “attention” (Young, 1992)
  • Sedangkan penelitian tentang hubungan antara kecemasan dan speech skill tidak ditemukan cukup bukti yang dapat mengukur kecakapanya (Hamayan, Genesee & Tucker, 1976; Swain & Burnaby, 1976)
b. Debilitating and facilitating anxiety
  • Facilitating anxiety, di diskripsikan sebagai sebuah langkah positif yang dapat mendorong siswa lebih termotivasi dalam pembelajaran bahasa.
  • Debilitating anxiety mendorong learner untuk menarik tugas bahasa dan mendorongnya untuk menghindari (Alpert & Haber, 1960; Scovel, 1978). Dimana siswa yang cemas berusaha menghindari penyampaian pesan yang kompeks dan lebih focus dalam mempelajari kosa kata (MacIntyre & Gardner, 1989)
c. Foreign language anxiety in later studies
  • (Horwitz et al, 1986;. Tobias, 1986; Harga 1991; MacIntyre & Gardner 1991a, Phillips 1992; Aida, 1994; Ellis, 1994; Cheng, Y., Horwitz, & Schallert, 1999) menjelaskan penelitan sekarang ini lebih pada meneliti factor negatif dalam pembelajaran dan produksi bahasa asing dari kecemasan.
  • · Dalam belajar menguasai bahasa kedua sering kali siswa mengalami kesalahan sehingga mereka cenderung akan mendapatkan kritik dan evaluasi negatif (Tsui, 1996: 155)
d. Different perspective: trait, state and situation specific anxiety

Terdapat tiga pendekatan dalam foreign language anxiety.
  • Trait anxiety: Spielberger (1983 MacIntyre & Gardner, 1991b: 87) kecemasan yang dapat muncul dari individu dalam situasi apapun.
  • State anxiety: Rasa gelisah yang dialami pada saat moment terntentu pada suatu waktu sebagai sebuah respon pada situasi tertentu (Spielberger, 1983). Contoh kecemasan sebelum test. Untuk mengukur Trait and State anxiety maka digunakan insturmen yang dinamkan State-Trait Anxiety Inventory (STAI) yang teridiri dari 20 item skala laporan diri.
  • Situation specific anxiety: (Tobias, 1986; Young, 1991; Aida, 1994; Clement, Dornyei & Noels, 1994; Bailey & Nunan, 1996), interaksi orang dalam situasi yang menjadikanya menjadi cemas. Misalkan berbicara di depan teman-teman di depan kelas menjadikan mereka lebih cemas (Price, 1991; Phillips, 1992). Kecmasan ini bisa timbul diakibatkan oleh kerana pengalaman negatif sebelumnya, hubungan dengan guru.
e. Components and source of foreign language anxiety
  • (Young, 1986; MacIntyre & Gardner, 1989) melakukan penelitian tentang hubungan antara kecemasan dan kecakapan berbahasa baik dalam tulisan maupun oral test.
Horwitz et al. (1986) memaparkan terdapat tiga jenis terkait kecemasan:
1). Communication apprehension
  • Adalah rasa takut secara individual pada saat komunikasi lisan (Horwitz et al., 1986; Daly, 1991).
  • Seseorang yang cerewet pada L1 mungkin akan menjadi malu pada L2, kemudian pada kasus yang lain mungkin siswa yang malu pada L1 mungkin akan lebih nyaman dalam L2 (Lucas, 1984 et al; Horwitz et al., 1986).
  • Siswa dengan kecemasan yang tingggi cenderung menghindari foreign language class atau menghindari beberapa komunikasi atau terlibat dalam aktivitas di kelas(Ely, 1986; Phillips, 1992)
  • Kagan & Reznick, 1986) melakukan sebuah investigasi anxiety di mungkin pengerahui oleh factor genetic yang ditularkan oleh ayah kepada anaknya
  • Istilah lain dari communication apprehension: shyness (Buss 1984 in Daly et al., 1997a), reticence (Tsui, 1996), and social anxiety (Schlenker & Leary, 1985).
  • Schlenker & Leary (1985: 171) it has been claimed that “social anxiety occurs when people are motivated to create a desired impression on an audience but doubt they will do so” for some reason
  • Siswa beruasaha menghindari topic yang tidak diketahui untuk menimalkan resiko
  • Dalam kelas foreign language, siswa tidak sukarela berbicara di depan yang lain dan cenderung menunggu hingga lecture bertanya sebuah pertanyaan dengan tidak menggangkat tangan dan berharap siswa lain bertanya (Daly et al., 1997a)
  • Siswa yang cemas cenderung meremehkan kemampuan pribadi dan lebih focus pada kegagalan bukan keberhasilan dalam bahasa asing.
2). Test anxiety
  • Test anxiety adalah jenis anxiety dalam menjegah kegagalan. Horwitz et al. (1986) as “a type of anxiety stemming from a fear of failure” and by Sarason (1978) as “the tendency to view with alarm the consequences of inadequate performance in an evaluative situation”, test anxiety has involved several researchers through the years (Doris & Sarason, 1955; Wine, 1971; Sarason, 1984; MacIntyre & Gardner., 1989).
  • Sarason (1984) describes test anxiety as produced by “intrusive thoughts”, like the insecurity of responding adequately, which lessen the attention toward the actual task thus causing a poor performance.
3). Fear of negative evaluation
  • Adalah upaya siswa dalam menghindari negative evaluasi dari orang lain. Watson & Friend (1969: 448) define this factor as the “apprehension of other’s evaluations, distress over their negative evaluations, avoidance of evaluative situations, and the expectations that others would evaluate oneself negatively.”
  • Siswa lebih cenderung menguragi partisipasi dalam aktivias yang memaksa mereka untuk di ekspose oleh yang lain (Aida, 1994)

2. Speaking anxiety in the L2 classroom

a. Source of speaking anxiety in the L2 classroom

1. Gender
  • (Campbell & Shaw, 1994, in Campbell, 1999; Krohne et al., 2001) menjelaskan bahwa gender mungkin mempegaruhi sebagai salah satu sumber kecemasan.
  • Campbell, 1999 menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang significant antara male and female dalam speaking anxiety pada dua miggu pertama pembelajaran bahasa. Sedangkan pada akhri course ternyata kecemasan wanita hanya bertambah kurang dari 1, sedangkan kecemasan laki-laki meningkat sekitar 13 persen. Presentaasi kecemasan ini juga hampir sama terjadi di reading and writing, sedangkan listening sama antara laki-laki dan permepuan.
  • Sehingga disimpulkan tidak ada hubungan kecemasan pada awal course di L2 (Campbell & Shaw, 1994 in Campbell, 1999)
  • Aida, 1994, tidak ada cukup pebedaan kecemasan antara laki-laki dan perempuan.
  • Women lebih baik dalam belajar bahasa dari pada laki-laki (Horwitz, 1988: 287)
2. Negative self perception and low self esteem

3. Competitivenes
  • Bailey, 1983 melakukan investigasi menganai bahwa competisi berperan dalam menentukan kecemasan speaking, penelitian ini dihasilkan dari 10 diary-studies
4. Attitude toward the L2
  • Adanya pengaruh dari motivasi dalam pembelajaran bahasa asing terhadap comunitas bahasa, udaya dan ketertarikan dalam bahasa itu sendiri (Gardener & Maclntyre, 1993). Misalkan saja untuk mendapatkan pekerjaan.
5. Negative experiences
  • Source: Pengalaman buruk yang terjadi sebelumnya pada pembelajaran bahasak kedua juga menjadi sumber kecemasan.
  • Banyak dari murid yang membenci kelas bahasa berdasarkan pengalaman yang mereka alami sebelumnya pada pembelajran L2 (Price, 1991: 103)
6. Fear of taking risk

7. Students’ beliefs
  • Dalam pembelajaran di kelas terkadang siswa mengharpakan hal yang tidak realistis shingga meningkatkan dan menyebabkan kecemasan (Ellis, 1994; Ganschow et al., 1994)
8. Exposure variable and “time abroad”

9. In-class activities
  • In class activities include certain classroom practice, methodologies adopted, and relation established by instructors with their students in the classroom (Basing on Young’s (1990)

3. Manifestation of anxiety

4. Solution

Source: Occhipinti, Alessia. (2009). Foreign Language Anxiety in In-Class Speaking Activities. Unpublished Bachelor’s thesis. Oslo: Universitas Osloensis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *