pixabay.com/id/users/congerdesign-509903 |
Hubungan bahasa dan filsafat sudah menjadi perhatian sejak lama oleh para filsuf. Mereka menyadari bahwa berbagai macam problem filsafat bisa dijelaskan melalui analisis bahasa.
Pada abad pertengahan, muncul tujuh sistem utama yaitu Trivium yang meliputi gramatika, dialektika (logika), dan retorika, serta Quadrivium yang mencakup aritmetika, geometrika, astronomi, dan musik.
Kaelan (1998:5) mengelompokkan pengertian filsafat bahasa menjadi dua, yaitu:
Filsafat bahasa sendiri memiliki peranan yang penting dalam pengembangan ilmu bahasa karena filsafat bahasa merupakan pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakekat bahasa, sebab, asal, dan hukumnya.
Filsafat analisis bahasa merupakan metode yang khas untuk menjelaskan, menguraikan, dan menguji kebenaran ungkapan-ungkapan filosofis (Kaelan, 1998: 84). Para ahli membagi filsafat analisis ini dalam tiga aliran, yaitu:
Atonisme logis: aliran ingin menganggap logika merupakan hal yang paling mendasar di dalam filsafat. Mereka juga menganggap formulasi logika bahasa tidak sama dengan formulasi struktur bahasa.
Positivisme logis: aliran ini bercirikan pada evaluasi positif terhadap ilmu pengetahuan dan metode ilmiah. Terdapat lima asumsi yang menjadi dasar aliran ini, yaitu realitas objektif, reduksionisme, asumsi bebas nilai, determinisme, dan logika empirisme.
Filsafat bahasa biasa: bahasa tidak hanya dikaji aspek struktural formal belaka, namun juga berdasarkan fungsi hakikinya, yaitu fungsi penggunaannya dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Referensi
Salliyanti. 2004. Peranan Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Ilmu Bahasa. Diakses dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1680/1/05000069.pdf
Sunardi. Filsafat Analitis Bahasa dan Hubungannya dengan Ilmu Linguistik Pragmatik. Diakses dari: http://dinus.ac.id/wbsc/assets/dokumen/majalah/Filsafat_Analitis_Bahasa_dan_Hubungannya_dengan_Ilmu_Linguistik_Pragmatik.pdf