Suatu terjemahan seyogyanya mampu dipahami oleh pembaca penerima (target reader). Dalam kasus tertentu, kita seringkali masih menjumpai suatu teks terjemahan yang kaku, sudah berupa bahasa baik gramatikal maupun diksinya tetapi tidak natural, bahkan sulit dipahami maksudnya.
Tindak translasi bukan hanya mentransfer bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) tetapi harus harus mampu menyampaikan arti (meaning) secara tepat.
Tanjung (2015:15) menjelaskan bahawa penerjemahan adalah pengalihan teks sumber baik berupa kata, frasa, atau kalimat ke dalam teks sasaran dengan menekankan kesepadanan makna dan gaya. B
Berdasarkan definisi tersebut sudah jelas bahwa makna dan gayalah yang menjadi inti penerjemahan. Oleh karenanya, bukan hanya sekedar transfer secara fisik atau bentuk bahasa semata.
Berikut kalkulasi tingkat keakuratan penerjemahan dari tingkat akurat, kurang akurat, dan tidak akurat.
Melalui fakta adanya hasil terjemahan (translation product) seperti diatas menjadi suatu pandangan bahwa, ternyata suatu hasil terjemahan dapat diukur kualitasnya. Yakni dengan cara menilai kualitas terjemahan (translation quality assessment).
Memang benar adanya, tidak ada suatu terjemahan yang benar-benar mampu mengalihkan BSu ke BSa secara sempurna, justru melalui pengukuran kualitas terjemahan ini dapat mengetahui berapa tingkat kualitasnya.
Tentunya kualitas yang diharapkan adalah kualitas yang baik.
Pada penilaian kualitas terjemahan (PKT) terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi yaitu keakuratan (accurate), keterbacaan (readable), dan keberterimaan (natural).
1. Keakuratan (Accurat)
Kriteria pertama dalam translation quality assessment (TQA) adalah akurat. Suatu teks terjemahan dapat dinyatakan berkualitas jika teks tersebut mampu menyampaikan pesan secara sepadan.
Makna antara BSu dengan BSa sepadan dalam arti sesuai dan pesan tersampaikan dengan tepat.
Pesan yang ada di BSu tidak menyimpang atau memiliki kesamaan informasi. Bukan hanya berkaitan dengan makna, tetapi kesepadanan ini juga mencakup aspek gramatikal dan pragmatik (Machali, 2000:110).
Teks terjemahan yang terlalu menekankan pada akurasi biasanya kaku dengan tatanan gramatikal masih seperti bahasa sumber, bahkan seringkali masih sulit untuk dipahami.
Tetapi memang teks semacam ini masih cocok untuk menyampaikan tulisan yang syarat akan istilah teknis seperti kedokteran dan teknologi informasi.
2. Keterbacaan (readable)
Suatu teks (tulisan) terjemahan hendaknya memiliki derajat kemudahan untuk dipahami dan dibaca (Nababan, 2003:62).
Untuk mencapai kemudahan tersebut maka diperlukan tingkat keterbacaan tulisan yang baik. Pembaca target yang notabene tidak mengetahui teks asli dapat secara mudah memahami kalimat.
Meskipun mudah dipahami, bisa jadi teks yang readable tidak mampu menyampaikan pesan secara akurat. Oleh karenanya, teks terjemahan selain mudah dibaca harus tetap tetap akurat.
3. Keberterimaan (natural)
Keberterimaan juga dikenal dengan alamiah. Teks terjemahan yang berterima dapat dicirikan dengan tulisan yang sudah tidak lagi seperti teks terjemahan.
Pembaca bisa saja tidak menyangka bahwa teks tersebut adalah teks terjemahan.
Keberterimaan disini maksudnya adalah suatu produk terjemahan yang sudah sesuai dengan norma, kaidah, dan budaya pada bahasa sasaran.
Karya terjemahan yang menekankan pada sudut pandang keberterimaan dapat dirasakan kealamiahannya dalam tata bahasa dan diksi yang sosial budaya yang berlaku.
Menilai Kualitas Terjemahan
Teks terjemahan dituntut memiliki kualitas yang baik dengan tujuan agar tidak terjadi distorsi makna. Setiap definisi dari tiga kriteria (keakuratan, keterbacaan, dan keberterimaan) diatas dapat dijabarkan lebih rinci dalam instrument pengukuran kualitas terjemahan.
Setiap kriteria dapat dibagi menjadi tiga tingkat. Nababan, dkk (2012:50) memaparkan instrumen pengukuran kualitas terjemahan sebagai berikut:
1. Keakuratan
Instrumen pengukuran tingkat keakuratan memiliki tiga skala yaitu 3, 2, dan 1. Setiap skala memiliki defini tertentu yang menentukan berapakah skala pada suatu teks terjemahan.
2. Keberterimaan
Instrumen pengukuran tingkat keberterimaan terjemahan sebagai berikut:
3. Keterbacaan
Instrumen pengukuran tingkat keterbacaan terjemahan sebagai berikut:
Hasil perhitungan setiap tingkat skala diatas dapat dihitung baik jumlah maupun prosentasenya sehingga dapat diketahui tingkat keakuratan, keterbacaan, dan keberterimaan.
Skor total dari semua kriteria/ definisi diatas nantinya menjadi nilai akhir kualitas suatu teks terjemahan. Berikut contoh perhitungan pada pengukuran tingkat keakuratan.
Perlu digaris bawahi, kita tidak bisa mengukur secara utuh suatu teks terjemahan. Misalkan kualitas terjemahan satu novel secara keseluruhan.
Penilaian dapat diperkecil dengan purposive sampling misalkan hanya menekankan pada istilah budaya, istilah teknologi, diksi tertentu, teks pada teknik penerjemahan tertentu, dan lain sebagainya.
Referensi
- Ilyas, R. (2014). Analisis teknik dan kualtias terjemahan istilah – istilah kelahiran dalam bulu Williams Obstetrics 21st edition. Tesis. UNS: Surakarta.
- Machali, R. (2000). Pedoman bagi penerjemah. Jakarta: Grasindo.
- Nababan, dkk. 2012. Pengembangan Model Penilaian Kualitas Terjemahan. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret. - Tanjung, S. (2015). Penilaian penerjemahan jerman-indonesia. Yogyakarta: Kanwa Publisher.