Wacana sebagai wujud tindak komunikasi tidak lepas dari suatu pernyataan yang dipikirkan oleh penyampai pesan (addressor). Suatu teks lisan maupun lisan selain mengandung wacana juga terdapat muatan ideologi, yakni pemahaman tentang suatu gagasan dari addressor. Oleh sebab itu, suatu teks dapat dianalisis muatan ideologinya dengan mengkajinya secara sitematis dan ilmiah. Analisis muatan ideologi suat wanaca dapat dikaji dengan systemic functional grammar dan pendekatan mikro semantis.
Ideologi dalam Wacana
Suatu ideologi yang disampaikan oleh addressor kepada addressee terkadang tidak serta merta diterima. Van Dijk (2004) mengatakan bisa saja ideologi yang disampaikan merupakan kebohongan atas suatu kebenaran atau upaya pendjajahan atas kebernaran. Menurut Geetrz (1973:201) ideologi merupakan suatu yang diyakini keberananya sebagai sistem budaya yang mengadung unsur pengetahuan, kepercayaan norma, dan nilai. Hal ini dikarenanya suatu ideologi bisa saja muncul karena pengaruh faktor – faktor lain seperti kekuasan. Selanjutnya ideologi tersebut dianggap benar karena adanya suatu paksaan untuk diyakini oleh addresse.
Dapat dicontohkan pada suatu buku, novel, maupun cerpen. Ideologi yang berusaha disampaikan oleh penulis melalui bahasa yang ada bisa saja ditolak oleh pembaca bahkan khalayak umum, walau demikian terkadang ideologinya masih akan diterima oleh beberapa pemabaca karena sudut pandang yang dimiliki mungkin sama dengan penulis.
Lebih dalam lagi terkati dengan ideologi wacana menurut Van Dijk bahwa ideologi suatu wacana lahir dari suatu kekuasaan dan keyakinan yang seharunya dapat dibuktikan kebenaranya. Selanjutnya kebenaran tersebut harus dapat diungkap dan akhirnya dapat diyakini oleh orang lain.
Baca: Pengertian Analisis Wacana dan Analisis Wacana Kritis
Ideologi dan Kekuasan
Terkait dengan kekuasaan, akan dijumpai adanya tarik ulur kekuasaan (power struggle) melalui wacana. Jika addressor memiliki kekuasaan maka ideologinya tentu akan lebnih dominan dari ideologi yang lain maka paham dan kepercyaan yang dimiliki akan diakui dan dipakai oleh orang dibawah kekuasaanya. Melalui wacana yang dibuat akan terjadi tarik ulur untuk menyakinkan ideologi untuk meyakinkan dan menari simpati addressee untuk mempercayainya.
Disisi lain, seseorang yang tidak memiliki kekuasaan sebenarnya juga tetap bisa berideologi. Hal ini dapat terjadi jika kepercayaan, sikap, dan pengetahuan tersebut dapat diterima dan diyakini oleh suatu kelompok sosial tertentu. Hal ini dapat dicontohkan pada suatu pendapat penutur yang diyakininya, jika pendapat tersebut mendapatkan pengakuan atas kebenaranya oleh suatu kelompok maka disebut ideologi, sebaliknya jika tidak diakui maka bukanlah suatu ideologi melainkan hanya pendapat.
Referensi
- Geertz, Clifford, 1973. The Interpretation of Cultures, Selected Essays New York: Basic Books Inc.
- Van Dijk, T. 2004. Ideology: a Multidisciplinary Approach, London: Sage.