Seperti yang kita tahu bahwa pulau Jawa paling banyak penduduknya di negara Indonesia sejak zaman dahulu sebelum masa penjajahan dan setelah negara ini merdeka. Selain itu banyak sekali pahlawan dalam merebut kemerdekaan juga berasal dari orang-orang yang ada di pulau Jawa.
Penduduk Jakarta sebagai ibukota juga paling banyak dari propinsi Jawa, hal ini terbukti ketika masa lebaran banyak sekali arus mudik ke propinsi Jawa. Namun mengapa bahasa Jawa tidak digunakan sebagai bahasa persatuan yaitu sebagai bahasa Indonesia atau bahasa resmi negara.
Dalam struktur pemerintahan negara Indonesia, juga banyak sekali orang-orang Jawa terutama para presiden-presiden negara ini. Tentunya mudah sekali bagi orang Jawa jika ingin menjadikan bahasa Jawa sebagai bahasa Indonesia terutama ketika zaman awal dalam merebut kemerdekaan.
Presiden Soekarno sendiri juga tidak menyetujui jika bahasa Jawa digunakan sebagai bahasa persatuan Indonesia pada tahun 1927 sebelum ikrar sumpah pemuda. Menurut Soekarno, bahasa Jawa sulit dipelajari bagi orang-orang yang berada diluar pulau Jawa dan propinsi lainnya.
Selain itu banyak juga pihak dari orang-orang Jawa yang tidak setuju jika bahasa Jawa akan diangkat menjadi bahasa Indonesia. Hal ini karena banyak sekali faktor yang menjadi kendala bagi penduduk daerah luar Jawa yang susah untuk beradaptasi dalam menggunakan bahasa Jawa.
Bahasa Jawa memang terlalu tinggi untuk dijadikan sebagai bahasa Indonesia karena orang Jawa pada umumnya senang untuk ngalah. Hal ini karena orang Jawa sudah memiliki tradisi tepo sliro yaitu tenggang rasa karena menyadari bahwa penduduk Indonesia bukan hanya orang Jawa saja.
Selain itu bahasa Jawa terlalu sulit untuk dipahami masyarakat dari propinsi lain karena ada 3 tingkatan dalam bahasa Jawa yaitu bahasa ngoko, kromo dan kromo inggil. Bahasa Jawa begitu sangat kaya sehingga bisa memiliki 3 tingkatan bahasa dan juga berbeda dalam penggunaannya.
Bahasa Jawa ngoko atau bahasa pasar bisa digunakan dalam kehidupan masyarakat terutama pada lingkungan pasar serta lingkungan diluar keraton. Sedangkan bahasa kromo digunakan anak kecil yang berbicara kepada orang yang lebih dewasa sebagai sikap sopan santun atau hormat.
Bahasa kromo inggil lebih banyak digunakan oleh abdi dalem kerajaan atau pada lingkungan keraton sebagai bahasa resmi didalam istana. Hal ini merupakan kekayaan khasanah budaya Jawa yang bisa memiliki sampai pada 3 tingkatan bahasa sebagai alat komunikasi masyarakat.
Hal inilah yang membuat bahasa Jawa sangat lugas dalam setiap kata, karena sepertinya tidak ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh bahasa Jawa. Jika ada lomba kamus bahasa tingkat dunia, bahasa Jawa pasti akan jadi pemenangnya karena ukuran kamusnya pasti paling tebal.
Baca: Proses Munculnya Aksara Jawa
Sepertinya tidak ada bahasa lain di dunia ini yang bisa melebihi kekayaan dari bahasa Jawa. Karena sangat lengkap dan bisa menjelaskan sesuatu hanya melalui satu kata saja. Hal ini bisa dilihat dari masalah kata bau-bau yang semuanya bisa dijelaskan dari satu kata saja.
Pesing = bau air kencing
Amis = bau ikan
Apek = bau kambing
Prengus = kain yang belum dicuci
Dari satu kata tersebut, orang jawa sudah paham dengan bau apa yang dimaksud. Sedangkan bahasa lainnya masih memerlukan dua kata atau lebih untuk menjelaskan bau dari sesuatu.
Referensi
ahmadali-laskar.blogspot.co.id/2010/06/peranan-bahasa-jawa-dalam-pengembangan.html