Borrowing atau peminjaman adalah salah satu jenis teknik penerjemahan. Teknik peminjaman juga dikenal dengan istilah dikenal dengan juga dengan transference atau loan translation.
Teknik atau procedure ini dianggap sebagai teknik yang paling sederhana, karena teknik hanya menggunakan kembali bahasa sumber (BSu) pada bahasa sasaran (BSa).
Bahkan sejumlah peneliti menyatakan, teknik sebenarnya tidak benar – benar menerjemahkan.
Walaupun dinyatakan sebagai teknik yang paling sederhana secara kasat mata, akan tetapi sebenarnya teknik ini begitu kompleks, terlebih kalau dikaji dari sudut pandang penelitian.
Cara menentukan apakah suatu terjemahan termasuk dalam kategori borrowing atau tidak pun tidak bisa hanya secara kasat mata.
Bahkan banyak peneliti yang salah kaprah dalam melakukan kategorisasi tenik ini, terutama bagaimana menentukan atau
tolok ukur teknik penerjemahan peminjaman naturalisasi (naturalized borrowing).
Penerapan penerjemahan peminjaman yang dilakukan oleh seorang penerjemah, tentu bukan semata – mata hanya untuk mencari kemudahan semata.
Terlepas dari apakah yang memang ada yang memilih cara itu atau tidak, ada banyak faktor yang menjadi alasan mengapa teknik ini diterapkan.
Faktor – faktor ini lah yang akan kita bahas, yakni faktor yang menyebabkan penggunaan teknik penerjemahan peminjaman.
1. Ideologi
Teknik peminjaman sangat lekat dengan ideologi forenisasi. Pasalnya teknik ini masuk menjadi bagian dari teknik peminjaman langsung (direct translation) dimana penyajian katanya masih dalam bahasa asing.
Dalam penelitian penentuan ideologi penerjemahan, teknik peminjaman menjadi salah satu kuncinya.
Foreignisasi ini berlaku bukan hanya pada peminjaman murni (pure borrowing) tetapi juga peminjaman naturalisasi (naturalized borrowing).
Contohnya kata download diterjemahkan menjadi download. Kata ini seakan bukan lagi kata asing, karena sudah terbiasa dipakai, padahal kata ini belum tertulis dalam KBBI September 2017 versi Gramedia.
2. Pengenalan istilah baru (introduce new term)
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini tidak lepas bahasa yang menyelimutinya.
Teknologi baru yang syarat dengan istilah asing biasanya tidak punya padanan dalam bahasa Indonesia.
Katakanlah ‘android, instagram, dan cpanel’. Istilah-istilah tersebut dikenalkan kepada secara langsung bahwa istilah ini lah yang dia pakai.
Sama halnya mereka mengenalkan isttilah baru kepada pembaca target (target reader).
Jika suatu lembaga bahasa tidak secara aktif memberikan padanan pada istilah tersebut maka hanya bahasa asing yang mendominasi.
Upaya
pengindonesiaan istilah asing sebenarnya juga telah diterapkan oleh Pusat Bahasa, misal ‘blogger’ memiliki padanan ‘nara blog’, ‘hastag’ memilik padanan ‘tagar’, dan ‘window’ (istilah komputer) memiliki padanan ‘jendela’.
3. Tidak ada padanan leksikal
Kita sadar betul memang banyak istilah asing yang tidak punya padanan dalam bahasa Indonesia. Terutama istilah yang dekat dengan teknologi dan budaya.
Cara memastikan apakah suatu istilah punya padanan atau tidak harus di cek di buku Pengindonesiaan Istilah Asing dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jika benar – benar tidak ada maka, istilah tersebut memang istilah asing.
4. Sense, Color, dan value
Sejumlah istilah asing yang sudah punya padanan dalam bahasa Indonesia sering kali masih populer dengan istilah asing.
Baik media maupun pengguna umum lebih condong menyajikan istilah asing ketimbang versi Indonesianya.
Katakan ‘tetikus’ adalah padanan dari ‘mouse’, lalu ‘unggah’ adalah padanan dari ‘upload’.
Hal ini disebabkan karena pengguna bahasa kurang mendapatkan rasa, warna, dan nilai. ‘tetikus’ terasa canggung bahkan berkonotasi negatif yakni tikus, lalu ‘mouse’ dianggap lebih mewakili salah satu piranti komputer ini.
Sebagai catatan, sense, color, dan value ini bisa diangkat sebagai salah satu penelitian.
Faktor-faktor diatas baru hanya berdasarkan pandangan subjektif saya, bisa saja sudah ada penelitian seperti ini, tetapi bisa saja belum. Jika tertarik bisa diangkat lebih ilmiah.
Faktor – faktor yang saya ungkapkan diatas lebih terkonsentrasi pada tataran proses internal (internal process) selama proses penerjemahan, sehingga saya katakan menjadi faktor.
Selain itu, masih terdapat alasan lain pada penerapan penerjemahan peminjaman secara teknis yang saya sebut sebagai unsur atau elemen.